Makan Nasi Lebih Sehat dengan SEKAI Rice Cooker Low Sugar

Gambar
Saya terakhir ketemu Budhe saya nun jauh di Jogja itu akhir tahun kemarin. Saat itu, Budhe saya yang saya ingat sangat lincah, cerewet, bugar justru tampak kurus, kuyu, lebih lesu, dan lebih banyak duduk. Saya baru tahu kalau Budhe mengidap diabetes. Entah sudah berapa lama, karena Budhe bilang kalau kakinya mulai sering kesemutan, kebas, dan kalau luka lama sekali sembuhnya. Kabar terbaru dari Ibu saya, salah satu kaki Budhe sudah dibebat perban dan mulai menghitam.   Mungkin saja, diabetes yang diderita Budhe saya itu disebabkan oleh gaya hidup. Minum teh harus manis, cemilan manis selalu ada, olahraga seminggu sekali, dan HARUS makan nasi. Kalau sehari sudah makan berat 3 kali tapi belum makan nasi, ya dianggap belum makan. Jadi tetap akan tambah lagi makan nasi lengkap dengan lauk pauknya. Itu yang saya ingat waktu liburan lama di sana. Sekarang Budhe sudah menjalani pengobatan, mengatur pola makan, dan menjalankan pola hidup yang lebih sehat.   Apa itu Diabetes? Diabetes atau lebi

Diary Surabaya 4#: "Pak, Saya Ini Calon Apoteker.."

Surabaya, 14 Februari 2013
Di hari kasih sayang alias Valentine (Sial!!! Hari Valentine, malah jauh dari Mas Pacar) kemarin, saya dan teman-teman PKPA tetap masuk dan menjalankan tugas dan kewajiban seperti biasa, sesuai jadwal (ya iyalah... Maunya doang Valentine dijadikan hari libur Nasional..). Hari itu, kelompok saya mendapatkan jadwal praktik di bagian UDD atau Unit Dose Dispensing. Ada 3 paviliun yang akan kami masuki, paviliun C1, B1, dan 7B (paviliun syaraf). Dari 6 orang di kelompok, kami dibagi lagi ke dalam 3 kelompok kecil, masing-masing 2 orang untuk 1 paviliun. Jadilah, selain demi kemudahan dalam membuat laporan, kami sepakat membagi diri sesuai asal universitas (1 kelompok terdiri dari 6 orang yang berasal dari 3 universitas berbeda). Saya dan teman saya (sebut saja Stefi) mendapat praktik di paviliun 7B yang mana adalah paviliun untuk penyakit syaraf. Pekerjaan kami di tiap paviliun adalah, mencatat obat apa saja yang tersedia di sana, mengelompokkan obat-obat yang sudah kadaluwarsa, dan menganalisis resep.
Saya dan Stefi segera menuju paviliun 7B tersebut. Lebih cepat selesai lebih baik (prinsip sepanjang masa, kalau pas tidak malas). Sampai di sana, kami mencari Ibu XX untuk minta izin dan memperkenalkan diri, sebelum memulai tugas. Setelah melakukan sedikit 'ramah tamah', kami memulai tugas. Saya kebagian membuka lemari serta kontainer-kontainer di dalamnya dan mengambil obat-obatan yang digunakan yang mana adalah berbentuk ampul semua, sementara teman saya yang mencatat  nama dan tanggal kadaluwarsanya. Karena kebanyakan isi lemari itu adalah AlKes (Alat kesehatan: suntik, perlengkapan infus, dll), kami dengan segera menyelesaikan tugas pertama itu. Lalu, kami tanya, apakah kami akan ikut kunjungan pasien..? Kata ibu AA, tunggu ibu dokter kembali, sepertinya sedang kunjungan (visitae) ke pasien.Baik, kami menunggu. Lumayan lama, sampai si ibu dokter datang dan segera meneruskan kegiatannya, memeriksa Rekam Medis pasien, mengecek obat mana yang harus diganti, dan konsultasi dengan dokter yang lagi ko as. O iya, saat itu ada banyak dokter ko as di paviliun itu. Terintimidasi? Ya enggaklah, sori ya... Hehehehehehehehe..
Akhirnya, setelah agak lama menganggur, ya dapet resep juga sih untuk dianalisis, kami diminta untuk visitae, menanyakan beberapa hal terkait obat yang sedang dikonsumsi, dan menanyakan kondisi teraktual dari pasien tersebut. Kami ditemani seorang ko as, untung dia baik, kalau enggak, HAJAR!!!! Nama pasien itu adalah Pak Gunawan. Beliau didiagnosa memiliki sakit jantung, diabetes, dan kejang. Kami diminta untuk menanyakan mengenai ketaatan si bapak dalam meminum obat (terutama obat diabetesnya).
Sesampainya di sana, kami mulai menanyakan riwayat penyakit, kondisi terkini, dan ketaatan minum obat. Beliau cerita kalau sudah lama tidak mengonsumsi obat diabetesnya (padahal menurut anaknya yang menjaga, masih mengonsumsi kok, kadang-kadang). Lantas, demi menurunkan kadar gulanya, beliau mengonsumsi sejenis obar herbal 'buatan sendiri'. Obat itu warnanya kuning, berupa cairan (Stefi sih curiganya air pipis). Lalu kami disuru menebak. "Enggak beracun kok, Mbak." Syukurlah, ternyata itu air rebusan kemangi. Kami lalu tanya-tanya dan bapak tersebut menceritakan intinya beliau menemukan sendiri formula tersebut setelah coba-coba sekian kali.
Ceritanya sih enak, penutupnya yang enggak enak, "Ya... saya kan berbagi cerita, tidak bermaksud menggurui. Siapa tahu setelah embak-embak ini jadi dokter semua, bisa membantu yang lain juga."
JGARRRRRRRR!!!!!
Dokter..??
Dokter..??????
DOKTER?????? (biar nuansa lebainya kerasa hehehehehe...)
Rasanya pengen banting buku lalu bilang "Pak, kami bukan calon dokter, kami calon apoteker". Tapi ya sudahlah, semoga waktu yang menunjukkan bahwa ada loh profesi yang namanya APOTEKER... Amin.
NO PHARMACITS NO SERVICES!!!

_cici_


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daftar Lagu Untuk Sakramen Perkawinan

Makan Nasi Lebih Sehat dengan SEKAI Rice Cooker Low Sugar

Oom Alfa; dan Pria Galau di Belakangnya