Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

Makan Nasi Lebih Sehat dengan SEKAI Rice Cooker Low Sugar

Gambar
Saya terakhir ketemu Budhe saya nun jauh di Jogja itu akhir tahun kemarin. Saat itu, Budhe saya yang saya ingat sangat lincah, cerewet, bugar justru tampak kurus, kuyu, lebih lesu, dan lebih banyak duduk. Saya baru tahu kalau Budhe mengidap diabetes. Entah sudah berapa lama, karena Budhe bilang kalau kakinya mulai sering kesemutan, kebas, dan kalau luka lama sekali sembuhnya. Kabar terbaru dari Ibu saya, salah satu kaki Budhe sudah dibebat perban dan mulai menghitam.   Mungkin saja, diabetes yang diderita Budhe saya itu disebabkan oleh gaya hidup. Minum teh harus manis, cemilan manis selalu ada, olahraga seminggu sekali, dan HARUS makan nasi. Kalau sehari sudah makan berat 3 kali tapi belum makan nasi, ya dianggap belum makan. Jadi tetap akan tambah lagi makan nasi lengkap dengan lauk pauknya. Itu yang saya ingat waktu liburan lama di sana. Sekarang Budhe sudah menjalani pengobatan, mengatur pola makan, dan menjalankan pola hidup yang lebih sehat.   Apa itu Diabetes? Diabetes atau lebi

Polemik Check In

Jakarta, 23 Desember 2015 Terminal 1B, Bandara Soekarno Hatta Hari ini saya berangkat ke Padang, lanjut perjalanan darat selama 2 jam untuk bisa sampai di rumah. Abang-abang dan adek saya sudah duluan. Setahun yang lalu, di tanggal yang sama saya juga melakukan perjalanan serupa, tapi sama pacar. Kali ini, saya sendirian. Hiks... Dari kos ke bandara saya naik taksi sama bapak supir taksi langganan (cieileeeeh langganan naik taksiiiiiii... ke BPOM. Uhuk.). Si Bapak cerita kalau dulu beliau juga pernah jadi teknisi pesawat selama belasan tahun. Beliau bilang kalau memang waktu adalah prioritas. Jadi, idealnya, tidak ada alasan untuk menunda penerbangan, kecuali cuaca yang gak memungkinkan. Bahkan untuk ganti spare part, kata beliau sudah diorder dari sejak pesawat masih mengudara, soalnya anggarnya jauh bok. Itu kata beliau. Mungkin teman-teman di bagian penerbangan bisa konfirmasi. Ehehehehehe... Penerbangan saya masih nanti, tapi saya sudah check-in sejak jam 6. Pokoknya nunggu di

Tentang Ibu

Jakarta, Di pertengahan usia 20an... Hooooooo... Saya tuh selalu sebel sama topik yang "memaksa" kita untuk membagi kelompok ibu-ibu menjadi dua: ibu bekerja dan ibu rumah tangga. Ada banyak manusia nyinyir di luar sana yang mendewakan ibu rumah tangga dan memandang rendah ibu bekerja. Ada banyak manusia nyinyir juga yang memuja-muja ibu bekerja dan menghina ibu rumah tangga. Saya akan menulis tentang sosok yang saya kenal dengan baik; ibu bekerja. Saya bisa memberikan banyak sekali contoh konkret. Tapi cukup saya ambil salah satu contoh terdekat, Ibu saya. Ibu saya seorang guru. Masih aktif sampai sekarang, di usia beliau yang ke 52. Masih ligat, semangat, gesit, dan cekatan. Saya mah kalah pokoknya. Ibu saya adalah salah satu dari banyak ibu bekerja. Syukurrrlaaah ibu saya guru, jadi kami selalu berangkat dan pulang bersama. Hehehehe.. Kalau saya libur, ibu saya juga... hohohoho...  Ibu saya bekerja sebagai guru sejak muda, selepas lulus da

'Kami' bukan 'Kita'

Terminal, hmmm... Ga ada terminal, tapi saya berada di Bandara Internasional Minangkabau, Padang. Holaaaa... Saya habis jadi anak manja(joki) di rumah selama 10 hari. Ingin kuteriakkaaaaaan... "LIBURANNYA KURAAAAAAAANG!!!" Hiks, apa daya, saya harus kembali macul di ibu tiri sebelum perut saya membulat sempurna. Jadi begini, Sebagai orang Indonesia, saya, Anda, kita semua, sudah selayaknya dan sepantasnya untuk tahu, bagaimana menggunakan kata ganti orang dalam percakapan kita semua sehari-hari. Masalahnya, tidak semua dari kita tahu mana kata ganti orang yang sesuai. Mungkin tahu, tapi kebiasaan dan pemakluman dari banyak pihak membuat penggunasalahan kata ganti ini ibarat jamur di musim hujan, tumbuh subuuuuurrrr... Judul tulisan saya kali ini adalah contoh nyata bagaimana penggunasalahan kata ganti itu sudah mengakar di kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya, di kota-kota besar. Halah, repot amat sih, saya contoh nyata di mana tanpa sadar saya ikut meramaikan kes

Sudah Pendadaran? Terus Kenapa?

Jakarta, 15 Juli 2015 Terminal 1C Bandara Soekarno Hatta. Nama saya Cicilia. Status percintaan terakhir: punya pacar. Status pendidikan terakhir: Sarjana Farmasi, plus Apoteker. Status pekerjaan sekarang: karyawati di sebuah perusahaan farmasi, di Jakarta. Apa yang mau saya tulis kali ini berawal dari apa ya... Ironi? Terhadap apa? Terhadap selebrasi yang menurut saya (sorry to say) berlebihan. Yap. Berlebihan. Belakangan ini, saya lihat di sosial media, sebuah tren baru di kalangan mahasiswa yang baru kelar pendadaran: foto dengan selempang bertuliskan gelar, foto dengan umbul-umbul bertuliskan gelar, foto dengan apapun yang dibuat semencolok mungkin buat menunjukkan bahwa ada yang sudah sarjana. Lebay bener! Aslik! Pendadaran apa ikutan miss yunipers?? Anggaplah saya iri. Anggaplah saya nyinyir. Sungguh, anggap saya demikian. Saya persilakan. Melihat ke masa-masa jahiliyah, kakak tingkat saya, teman-teman saya, abang-abang saya, saya, adik tingkat (beberapa di bawah saya), abis

Pemalak 'Santun'

Jakarta, 26 April 2015 Oke, sebelumnya, saya mau bilang kalau ini adalah pengalaman pertama saya melihat si Pemalak 'Santun' ini. Gak tahu sih ya, kalau teman-teman yang lain sudah jauh lebih dulu atau lebih sering merasakan pengalaman seperti yang saya alami hari ini. Hari ini saya melakukan perjalanan ke Rawamangun, ada latihan koor di sana. Saya berangkat pagi, sekitar jam 09.30. Dari kos saya naik metro mini 70 sampai Blok M, lalu nyambung Mayasari R 057 jurusan Blok M - Pulogadung. Keberangkatan saya ini agak bejo gimanaaaa gitu, soalnya pas menjejakkan kaki turun dari metro mini, pas pula, Mayasari R 057 di depan mata, siap berangkat.  Latihan berjalan lancar, pukul 16.00 saya dan 2 orang teman mohon pamit terlebih dahulu, mengingat Mayasari nomor ini macam badak bercula 1, LANGKA! Lewatnya 1 jam sekali (itu juga kalau lewat). Hari ini kami agak beruntung. Kami hanya menunggu selama 30 menit. Lumayan... Nah, naiklah kami ke bus ini. Di belakang pak sopir, ber

Surat Untuk Tuhan Yesus

Gambar
Jakarta, 5 April 2015 Dear Yesus, Apa kabar? Luka-lukanya sudah sembuh, Bang Je? Pasti sembuhnya lama, la wong ampe bolong begitu... Tapi kayaknya udah sembuh ya, Bang? Apa masih suka ngilu-ngilu gitu? Sakit ya Bang, disalib untuk kami, manusia yang masih suka lupa diri ini, yang habis ngaku dosa udah bikin dosa lagi, yang saling hina dengan mengatasnamakan namaMu? Sakit ya Bang, ditinggalkan anak-anakMu dengan beragam alasan, membenarkan segala tindakan, padahal mungkin itu membuatMu menangis? Yesus, aku mau bikin pengakuan. Jangan ketawa ya, tapi.. jangan marah juga... Aku mau minta maaf... Bang, aku mau minta maaf. Maaf ya, Bang, setiap kali aku ke rumah Bapa, aku gak pernah 100% memberikan hati dan perhatianku kepadaNya. Aku minta maaf, kalau beberapa kali, aku bukannya menyimak khotbah Romo, tapi malah ngobrol sama teman, bukan ngobrol lagi, nggosip malah. Aku minta maaf, kadang, walaupun aku sudah memberi hormat ke Tabernakel, sudah berdoa

Seks di Luar Nikah dan Tanggapan "Yang Penting Bertanggungjawab"

Sebelum meneruskan ke bawah membaca tulisan saya ini, saya mohon maaf yang sedalam-dalamnya, sebesar-besarnya, dan seluas-luasnya kepada siapapun yang mungkin merasa tidak suka. Tulisan ini adalah hasil permenungan saya selama beberapa tahun terakhir, dan saya tidak sanggup untuk memendamnya lagi. Bagi yang tidak setuju, ingin mengumpat, ingin ngata-ngatain saya, ingin bodoh-bodohin saya, bisa langsung menuliskan di kolom komentar, di bawah tulisan saya ini. Begini ceritanya, Sejak saya masih kecil, orang tua saya selalu menanamkan kepada saya, bahwa saya adalah makhluk ciptaan Tuhan yang layak mendapat perlakuan istimewa, pun semua orang. Ketika saya tidak bisa menghargai tubuh dan jiwa saya sendiri, maka jangan harap orang lain akan berkenan menghargai tubuh dan jiwa saya. Sebagai satu-satunya anak perempuan, saya merasa, saya paling dijaga, walaupun mereka pura-pura enggak menjaga saya, saya tahu, di manapun saya berada, keluarga saya selalu pasang mata dan telinga.

Untukmu, Calon Pendampingku...

Sebagai wanita berusia pertengahan kepala dua, aku mulai bisa menebalkan telinga setiap ada yang bertanya, "Kapan menikah?" Dan setiap kali aku menjawab untuk minta doanya, mereka akan tetap mengejar dengan bertanya, "Kan udah punya pacar" atau "Kan udah kerja", atau "Masih nunggu apa lagi sih?", dan gongnya adalah saat mereka memutuskan bahwa aku semacam 'wajib' untuk menikah duluan, karena aku anak gadis satu-satunya di keluarga. Dalam hati, aku hanya bisa mengamini setiap doa yang orang banyak sampaikan dan mengesampingkan segala aturan yang tanpa sengaja mereka ciptakan. Banyak yang aku tunggu, maksudku, banyak yang kita tunggu. Aku tahu, kamu tahu, menikah itu bukan perkara gampang. Bukan perkara aku dan kamu mengucap janji di hadapan Tuhan, imam, orang tua, dan saksi, lalu diberkati. Menikah itu bukan perkara pesta rakyat yang digelar setelah pemberkatan. Menikah itu bukan perkara memikirkan tema pre-wedding dan post wedding. Me

Taman Wisata Angke pun Jadi Korban

Gambar
Jakarta, 11 Januari 2015 Saya mengucapkan selamat ulang tahun kepada Abang saya tercinta, yang tertua di rumah, Bang  Alexander Arie Sanata Dharma , di usia Anda yang sudah matang ini, tunaikanlah harapan orang tua kita, Bang... Hahahahahahaha... Anyway, selamat ya, semoga sehat selalu dan tetap produktif. PNS hanyalah status, passionmu tetap menulis kan yeeee... Lanjut! Jadi, tadi pagi saya dan teman-teman berkelana ke Taman Wisata Angke Kapuk. Ajakan datang dari seorang teman yang penasaran kayak apa sih TWA ini? Maka, saya, dia, dan 4 orang lainnya berangkat dari kos demi menuntaskan rasa penasaran mengenai lokasi budidaya mangrove ini. Untuk rute dan jalan, sorry ya, saya enggak paham. Maklum, saya ini buta arah. Tapi kalau mau tahu cara ke sana, ada banyak situs dan blog yang menuliskannya seperti  di sini . Dengan Rp 25.000,- per kepala plus biaya parkir Rp 10.000,- saja (untuk mobil), kami ber-6 masuk ke TWA sini. Hasil review dan komentar beberapa teman yang su

For My Dearest, Super, Beautiful, Wonderful Mom

Gambar
Jakarta, 5 Januari 2015 Hai Mamak... Lama gak jumpa ya, Mak... Hihihihihihihi.... Aku tadi pagi telepon, Mak, tapi Mamak gak jawab, mungkin sudah masuk ya, Mak... O iya, ini hari Senin, ada upacara bendera... Mau bilang, Selamat Ulang Tahun Mamakku Sayaaaaang... Aku rindu e, Mak.. Padahal baru kemarin pulang ke rumah. Ya mau gimana? La wong rindu, ya udah. Pokoknya rindu, gitu. 10 hari kurang Mak.. Hiks hiks hiks... Tapi bahagia, semua makanan kesukaan buatan Mamak hadir di meja makan, memberi makan cacing-cacing kelaparan dan memenuhi hasrat terpendam di dalam perut (lalu nimbang, pingsan). Sebenarnya aku sedih lo, Mak. Coba aku punya cuti agak 3 bulan (kayak cuti melahirkan), kita bisa deh ngerayain ulang tahun Mamak yang ke 52. Eh, Mamak udah 52? Masak sih? Kayak masih 30. Ciyeeeeeeee... Di hari ulang tahun Mamak ini, Aku mau ngucapin; Terima kasih ya, Mak, sudah bersedia menjadi Ibu untuk kami: ABCD DCBA Kami bersyukur punya Mamak yang luar biasa,