Makan Nasi Lebih Sehat dengan SEKAI Rice Cooker Low Sugar

Gambar
Saya terakhir ketemu Budhe saya nun jauh di Jogja itu akhir tahun kemarin. Saat itu, Budhe saya yang saya ingat sangat lincah, cerewet, bugar justru tampak kurus, kuyu, lebih lesu, dan lebih banyak duduk. Saya baru tahu kalau Budhe mengidap diabetes. Entah sudah berapa lama, karena Budhe bilang kalau kakinya mulai sering kesemutan, kebas, dan kalau luka lama sekali sembuhnya. Kabar terbaru dari Ibu saya, salah satu kaki Budhe sudah dibebat perban dan mulai menghitam.   Mungkin saja, diabetes yang diderita Budhe saya itu disebabkan oleh gaya hidup. Minum teh harus manis, cemilan manis selalu ada, olahraga seminggu sekali, dan HARUS makan nasi. Kalau sehari sudah makan berat 3 kali tapi belum makan nasi, ya dianggap belum makan. Jadi tetap akan tambah lagi makan nasi lengkap dengan lauk pauknya. Itu yang saya ingat waktu liburan lama di sana. Sekarang Budhe sudah menjalani pengobatan, mengatur pola makan, dan menjalankan pola hidup yang lebih sehat.   Apa itu Diabetes? Diabetes atau lebi

Seks di Luar Nikah dan Tanggapan "Yang Penting Bertanggungjawab"

Sebelum meneruskan ke bawah membaca tulisan saya ini, saya mohon maaf yang sedalam-dalamnya, sebesar-besarnya, dan seluas-luasnya kepada siapapun yang mungkin merasa tidak suka.
Tulisan ini adalah hasil permenungan saya selama beberapa tahun terakhir, dan saya tidak sanggup untuk memendamnya lagi.
Bagi yang tidak setuju, ingin mengumpat, ingin ngata-ngatain saya, ingin bodoh-bodohin saya, bisa langsung menuliskan di kolom komentar, di bawah tulisan saya ini.

Begini ceritanya,

Sejak saya masih kecil, orang tua saya selalu menanamkan kepada saya, bahwa saya adalah makhluk ciptaan Tuhan yang layak mendapat perlakuan istimewa, pun semua orang. Ketika saya tidak bisa menghargai tubuh dan jiwa saya sendiri, maka jangan harap orang lain akan berkenan menghargai tubuh dan jiwa saya.

Sebagai satu-satunya anak perempuan, saya merasa, saya paling dijaga, walaupun mereka pura-pura enggak menjaga saya, saya tahu, di manapun saya berada, keluarga saya selalu pasang mata dan telinga. Melalui apa? Banyak! Media sosial, telepon hampir sepanjang hari, teman-teman, saudara-saudara, dn yang terpenting, orang tua saya selalu menitipkan saya agar selalu berada dalam perlindungan Tuhan Yesus.
Hari-hari terakhir saya di Bukittinggi, sebelum saya bertolak ke Yogyakarta untuk melanjutkan studi, dipenuhi dengan berkemas dan tentunya, petuah-petuah. Bapak saya bilang begini, "Nduk, ingat, satu-satunya yang boleh mengubah kamu dari GADIS menjadi seorang WANITA hanyalah SUAMIMU!" Nangkep ya maksudnya?

Yes, di usia yang baru beranjak 15 tahun, saya dipesankan hal itu dan saya pegang ke mana pun saya pergi.
Bapak saya meneruskan, "Kalau kamu berbuat aib, ingat, yang menanggung bukan cuma kamu, Bapak juga, Mama juga, Abang-abang, adek. Pakdhe Romo, Tante Suster, Paktuo, Maktuo,..." dan seterusnya Bapak saya menyebutkan hampir seluruh keluarga saya, baik dari Mama, maupun dari garis beliau sendiri.
Di usia saya yang belum matang itu, saya sempat menyepelekan dalam hati, "Yaelah Pak... Pacar aja enggak punya, gak mungkin laaaah..." itu menurut saya. Yang saya enggak tahu, ada banyak godaan di luar sana. Untungnya, saya selalu masuk lingkungan yang baik, walaupun terkesan "sok ikut campur", tapi berkat lingkungan seperti itulah, saya semakin kuat menjaga diri. Ada banyak pasang mata yang akan mengamati saya.

Masuk kuliah, tahun pertama, tahun kedua, satu persatu teman-teman saya ada yang menikah. Ada yang menikah baik-baik dan ada yang menikah, karena mau gak mau, HARUS MENIKAH! Lah, anaknya udah jadi. Mau gimana lagi?
Ketika fenomena ini terjadi, dan semakin banyak seiring bertambahnya usia saya, dan mereka senang-senang saja menjalaninya, bahkan tidak terkesan malu, saya berpikir, "Apa yang salah dengan saya? Kenapa justru saya yang risih dan malu bertemu dengan mereka? Bukan saya yang menjalani kehidupan "terpaksa menikah" seperti ini, kenapa saya yang deg-deg-an? Apa yang salah dengan saya????"
Betul, mereka bertanggungjawab, dengan menikah.
Tapi hey... Tidakkah mereka pernah berpikir, jalan hidup mereka akan berubah selamanya sejak mereka memulai hubungan seks tanpa restu Tuhan dan orang tua??? Hubungan seks itu sakral, hubungan seks itu harus dilakukan bukan atas dasar mau sama mau, tapi atas dasar cinta dan hanya mereka yang siap lahir batin lah yang SELAYAKNYA melakukan hal itu. Karena kalau mereka memang siap denga segala akibatnya, seharusnya mereka menjawab dengan jujur, mengapa mereka menikah terlalu cepat! Mengapa bayi mereka lahir terlalu cepat!!!! Apa memang sedang trend, bayi prematur???

Tanggapan 'Yang penting bertanggungjawab' seharusnya bukan menjadi alibi untuk menghalalkan sebuah hubungan seks. Ada banyak 'buntut' setelah itu. Mungkin ya, orang akan pelan-pelan melupakan 'kasus' tersebut, tapi bukan berarti hal itu tidak pernah terjadi.

Maaf ya, terlepas mereka bertanggung jawab atau tidak, selalu ada yang akan terluka.
Kamu, perempuan-perempuan yang memberikan kehormatanmu sebelum waktunya, tidakkah kamu berpikir Ibumu, Ayahmu akan begitu kecewa saat tahu, gadis yang begitu mereka jaga sedari kamu tercipta, justru tidak mampu menjaga kehormatannya? Kamu berhak atas tubuhmu, tapi bukan berarti kamu bisa berbuat seenaknya atas tubuhmu.
Dan kamu, lelaki-lelaki yang pernah mencicipi tubuh wanitamu sebelum waktunya, ingat, kamu pun punya ibu, kamu mungkin punya saudara perempuan, kamu mungkin akan punya anak perempuan, inginkah kamu mereka diperlakukan demikian? Kalian seharusnya menjaga mereka, bukan 'memakan' mereka.

Saya jadi ragu-ragu...
Ketika semua orang mengganggap Indonesia adalah negara yang berakhlak mulia, saya mau tanya, yang mana  yang berakhlak mulia itu?


Jakarta, 13 Maret 2015
Cicilia

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daftar Lagu Untuk Sakramen Perkawinan

Makan Nasi Lebih Sehat dengan SEKAI Rice Cooker Low Sugar

Oom Alfa; dan Pria Galau di Belakangnya