Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2015

Makan Nasi Lebih Sehat dengan SEKAI Rice Cooker Low Sugar

Gambar
Saya terakhir ketemu Budhe saya nun jauh di Jogja itu akhir tahun kemarin. Saat itu, Budhe saya yang saya ingat sangat lincah, cerewet, bugar justru tampak kurus, kuyu, lebih lesu, dan lebih banyak duduk. Saya baru tahu kalau Budhe mengidap diabetes. Entah sudah berapa lama, karena Budhe bilang kalau kakinya mulai sering kesemutan, kebas, dan kalau luka lama sekali sembuhnya. Kabar terbaru dari Ibu saya, salah satu kaki Budhe sudah dibebat perban dan mulai menghitam.   Mungkin saja, diabetes yang diderita Budhe saya itu disebabkan oleh gaya hidup. Minum teh harus manis, cemilan manis selalu ada, olahraga seminggu sekali, dan HARUS makan nasi. Kalau sehari sudah makan berat 3 kali tapi belum makan nasi, ya dianggap belum makan. Jadi tetap akan tambah lagi makan nasi lengkap dengan lauk pauknya. Itu yang saya ingat waktu liburan lama di sana. Sekarang Budhe sudah menjalani pengobatan, mengatur pola makan, dan menjalankan pola hidup yang lebih sehat.   Apa itu Diabetes? Diabetes atau lebi

'Kami' bukan 'Kita'

Terminal, hmmm... Ga ada terminal, tapi saya berada di Bandara Internasional Minangkabau, Padang. Holaaaa... Saya habis jadi anak manja(joki) di rumah selama 10 hari. Ingin kuteriakkaaaaaan... "LIBURANNYA KURAAAAAAAANG!!!" Hiks, apa daya, saya harus kembali macul di ibu tiri sebelum perut saya membulat sempurna. Jadi begini, Sebagai orang Indonesia, saya, Anda, kita semua, sudah selayaknya dan sepantasnya untuk tahu, bagaimana menggunakan kata ganti orang dalam percakapan kita semua sehari-hari. Masalahnya, tidak semua dari kita tahu mana kata ganti orang yang sesuai. Mungkin tahu, tapi kebiasaan dan pemakluman dari banyak pihak membuat penggunasalahan kata ganti ini ibarat jamur di musim hujan, tumbuh subuuuuurrrr... Judul tulisan saya kali ini adalah contoh nyata bagaimana penggunasalahan kata ganti itu sudah mengakar di kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya, di kota-kota besar. Halah, repot amat sih, saya contoh nyata di mana tanpa sadar saya ikut meramaikan kes

Sudah Pendadaran? Terus Kenapa?

Jakarta, 15 Juli 2015 Terminal 1C Bandara Soekarno Hatta. Nama saya Cicilia. Status percintaan terakhir: punya pacar. Status pendidikan terakhir: Sarjana Farmasi, plus Apoteker. Status pekerjaan sekarang: karyawati di sebuah perusahaan farmasi, di Jakarta. Apa yang mau saya tulis kali ini berawal dari apa ya... Ironi? Terhadap apa? Terhadap selebrasi yang menurut saya (sorry to say) berlebihan. Yap. Berlebihan. Belakangan ini, saya lihat di sosial media, sebuah tren baru di kalangan mahasiswa yang baru kelar pendadaran: foto dengan selempang bertuliskan gelar, foto dengan umbul-umbul bertuliskan gelar, foto dengan apapun yang dibuat semencolok mungkin buat menunjukkan bahwa ada yang sudah sarjana. Lebay bener! Aslik! Pendadaran apa ikutan miss yunipers?? Anggaplah saya iri. Anggaplah saya nyinyir. Sungguh, anggap saya demikian. Saya persilakan. Melihat ke masa-masa jahiliyah, kakak tingkat saya, teman-teman saya, abang-abang saya, saya, adik tingkat (beberapa di bawah saya), abis