Makan Nasi Lebih Sehat dengan SEKAI Rice Cooker Low Sugar

Gambar
Saya terakhir ketemu Budhe saya nun jauh di Jogja itu akhir tahun kemarin. Saat itu, Budhe saya yang saya ingat sangat lincah, cerewet, bugar justru tampak kurus, kuyu, lebih lesu, dan lebih banyak duduk. Saya baru tahu kalau Budhe mengidap diabetes. Entah sudah berapa lama, karena Budhe bilang kalau kakinya mulai sering kesemutan, kebas, dan kalau luka lama sekali sembuhnya. Kabar terbaru dari Ibu saya, salah satu kaki Budhe sudah dibebat perban dan mulai menghitam.   Mungkin saja, diabetes yang diderita Budhe saya itu disebabkan oleh gaya hidup. Minum teh harus manis, cemilan manis selalu ada, olahraga seminggu sekali, dan HARUS makan nasi. Kalau sehari sudah makan berat 3 kali tapi belum makan nasi, ya dianggap belum makan. Jadi tetap akan tambah lagi makan nasi lengkap dengan lauk pauknya. Itu yang saya ingat waktu liburan lama di sana. Sekarang Budhe sudah menjalani pengobatan, mengatur pola makan, dan menjalankan pola hidup yang lebih sehat.   Apa itu Diabetes? Diabetes atau lebi

Diary Surabaya #1


Surabaya, 1 Februari 2013
Ini hari kedua di Surabaya. Yang saya temukan, bener-bener… Surabaya itu kota yang menarik. Di Surabaya orang-orang tetap menggunakan bahasa Jawa. Sama persis. Yang membedakan itu logatnya. Orang-orang Surabaya memasang “no” di bagian belakang kata perintah. Seperti, “lebokno”, “delokno”, dan kata-kata yang lain. Logatnya yang seolah “bernyanyi” menjadi daya tarik tersendiri. Apalagi tadi pas saya membolang, jalan-jalan gak jelas terus ngangkot, di dalam angkot, saya berjumpa dengan seorang ibu-ibu batak yang berbicara dalam bahasa Jawa-Surabaya. Wasis sekali bahasa jawanya, yang bikin lucu itu logatnya. Sudahlah logat bataknya masih sangat jelas, ditambah logat Surabaya yang setengah matang, lucu sekali… Saya senyam-senyum sendiri selama mendengarkan si ibu berbicara dengan semangat 45 ala ibu-ibu batak yang lain.
Abang saya yang sudah lama tinggal di Surabaya bilang, kalau mau membolang di Surabaya jangan jalan kaki. Lah? Membolang kan ya afdolnya jalan kaki ya… Tapi, begitulah fenomena di Surabaya, Jalan Kaki=Freak. Kok bisa? Soalnya Surabaya siang bolong panas banget brooooh… Bikin orang-orang males buat keluar dan jalan kaki. Pergi beli rokok misalnya, walaupun warung tempat beli rokoknya deket banget, mendingan naik motor deh. Pada takut item kali ya… Selain itu memang kalau dilihat-lihat, fasilitas buat pejalan kaki di Surabaya itu bisa dibilang agak minim. Trotoar rusak, zebra cross walaupun ada tapi seolah-olah tidak ada. Jadi, kalau mau menyeberang, pertama: lakukan di zebra cross, kedua: jangan ragu-ragu, terjang saja, seramai apapun, karena kalau enggak, ya gak bakalan nyebrang-nyebrang. Surabaya bukan kota untuk para pejalan kaki. Makanya, factory outlet atau distro begitu tidak berumur panjang. Orang-orang di sini lebih suka ke mall, yang adem, pilihannya banyak, dan gak perlu keluar masuk ruangan untuk melihat-lihat.
Saya pendatang, tujuan pertama saya waktu ke Surabaya adalah melihat monument Surabaya, itu loh.. patung ikan Sura dan Buaya yang lagi gelut. 
Ternyata tempatnya dekat banget sebenarnya dari tempat saya ngekos sekarang di daerah Wonokromo, 10-15 menit kalau naik angkot jurusan Joyoboyo. Jalan kaki juga bisa, tapi ya itu tadi, kembali ke alasan kalau Surabaya kurang cucok book buat jalan kaki. Mungkin kalau malam lain cerita ya, tapi ya saya kurang tahu juga, belom pernah lihat dunia malam di Surabaya.
Saya masih mau mengekspos Surabaya, sebelum bertolak ke daerah bermain lainnya seperti daerah Batu, Malang, mumpung masih lama banget di Surabaya kan ya… Saya dan teman-teman masih punya waktu 2 bulan full. Selain lihat mall yang kayaknya di Surabaya ini menjamur sekali, mungkin masih ada tempat lain yang sebenarnya oke untuk ditongkrongi dan dijadikin objek atau latar foto. Mariiiiiii…

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daftar Lagu Untuk Sakramen Perkawinan

Makan Nasi Lebih Sehat dengan SEKAI Rice Cooker Low Sugar

Oom Alfa; dan Pria Galau di Belakangnya