Makan Nasi Lebih Sehat dengan SEKAI Rice Cooker Low Sugar

Gambar
Saya terakhir ketemu Budhe saya nun jauh di Jogja itu akhir tahun kemarin. Saat itu, Budhe saya yang saya ingat sangat lincah, cerewet, bugar justru tampak kurus, kuyu, lebih lesu, dan lebih banyak duduk. Saya baru tahu kalau Budhe mengidap diabetes. Entah sudah berapa lama, karena Budhe bilang kalau kakinya mulai sering kesemutan, kebas, dan kalau luka lama sekali sembuhnya. Kabar terbaru dari Ibu saya, salah satu kaki Budhe sudah dibebat perban dan mulai menghitam.   Mungkin saja, diabetes yang diderita Budhe saya itu disebabkan oleh gaya hidup. Minum teh harus manis, cemilan manis selalu ada, olahraga seminggu sekali, dan HARUS makan nasi. Kalau sehari sudah makan berat 3 kali tapi belum makan nasi, ya dianggap belum makan. Jadi tetap akan tambah lagi makan nasi lengkap dengan lauk pauknya. Itu yang saya ingat waktu liburan lama di sana. Sekarang Budhe sudah menjalani pengobatan, mengatur pola makan, dan menjalankan pola hidup yang lebih sehat.   Apa itu Diabetes? Diabetes atau lebi

Hoax dan Sekelumit Jempol yang Belum Terdidik

Solo, April 2018 (wow, sudah April)

Hidup saya sedang dalam fase amat sangat selo. Maka saya berusaha kembali produktif, minimal menulis kembali ke blog lah. Belajar. Soalnya menulis itu tidak mudah. Kudu banyak membaca, banyak tahu, kritis, dan harus bisa membedakan mana yang hoax mana yang bukan.

Perkara hoax ini tampaknya sudah menjadi candu di tengah masyarakat Indonesia. 
Jadi ingin menyanyi.
"Adududuh betapa galau hatiku, jikalau lama ku tak jumpa denganmu..."
Iya, seperti candu. Beredar satu, dicari yang lainnya. Tidak ada hoax yang sedang beredar? Ya dibikin!

Gampang lagi nyebar hoax mah. Tinggal klik tombol share, maka berita entah-bohong-entah-benar itu pun akan segera menyebar dengan bahagianya. Seperti jamur di musim hujan. Eh, seperti jamur apa candu? Ya itu lah pokoknya.

Hebatnya lagi, segala bentuk hoax ini benar-benar menyebar ke hampir semua penghubung antarmanusia, antarkota, antarprovinsi. Saya punya grup WhatsApp. Banyak malah. Pernah saya dapat berita di salah satu grup, di grup itu salah seorang membagi tautan berita mengenai buah kalengan impor yang 'katanya' mengandung darah yang positif HIV-AIDS. 'Katanya" lagi, hal itu dilakukan dengan sengaja untuk menyebarkan penyakit tersebut. Padahal, berita itu sudah dibantah sejak 3 tahun yang lalu. Iya, itu berita basi yang entah kenapa bisa bangkit lagi. Dan ketika saya mencoba membagi tautan sanggahan, tahu balasannya apa?

"Iyakah? Aku cuma dapat dari grup sebelah."

Pengen banting hape, kok hapenya ya gak salah apa-apa. Pengen marah-marah, kok ya itu teman saya sendiri. Pengen kasih nasihat, kok kesannya saya sok bijak banget. Padahal, si pembagi tautan adalah seorang yang berpendidikan. Artinya, dia pernah sekolah, pernah bikin skripsi. Ya minimal bikin laporan supaya lulus, yang butuh data-data dan dasar yang kuat. Jadi para pembaca yang Budiman dan Budiwati, kalian harus tahu bahwa banyak di antara penyebar berita hoax itu adalah mereka yang memiliki latar pendidikan tinggi dan mumpuni! 


Banyak hoax yang sudah kita lihat dan satu-persatu berguguran setelah banyak klarifikasi dan sanggahan yang disertai bukti-bukti ILMIAH! Walaupun kadang bisa muncul lagi. Seperti isu PKI.

Seperti yang sedang booming (lagi) saat ini apalagi kalau bukan...

TELUR PALSU!

Isu telur palsu ini sebenarnya sudah ramai sejak 2015, dan sudah sempat mereda karena telur yang diduga palsu itu adalah telur yang tidak layak tetas, sodara-sodari. Lah kok bisa nongol lagi? Ya berterima kasihlah kepada Pak Syahroni dan yang merekam aksi Pak Syahroni di pasar Johar Baru. 

Betapa nikmir, eh nikmatnya dia bilang kalau telur yang masih amat sangat bagus dan segar itu adalah telur palsu karena kuning telurnya bisa diangkat dan dipisahkan dari putihnya hanya dengan tangan. Ni orang-orang gak pernah nonton Master Chef apa ya? Apa ngobrol sama tukang bikin kue gitu? Demi mempersingkat waktu banyak orang memisahkan kuning telur dari bagian putihnya dengan tangan. Iya. dengan tangan. Lah, terus apakah itu artinya telur-telur yang mereka pake di luar negeri sono atau yang diapakai para pembuat kue adalah telur palsu? Kan tidak! 
Ya Tuhanku dan Allahku, segitu mudahnya kah bikin telur palsu? 

Lalu dengan entengnya dia bilang kalau membran telur itu terbuat dari kertas dan putih telurnya terbuat dari silikon. KERTAS????? SILIKON??????? 

Ni Mamak kasih link jurnal mengenai struktur telur. Ni, Mamak kasih juga gambarnya:
dari sini

Dan yang bikin saya heran, di situ ada petugas pasar, kok ya o malah ikut-ikutan dan memfasilitasi Pak Syahroni ini dalam aksinya yang tidak ada landasan ilmiahnya sama sekali ini??? Kenapa Pak? Kenapa? Orang Indonesia itu panikan, dengan aksi 'heroik'nya itu banyak yang merekam dan berterima kasih kepada Pak Syahroni karena beliau dianggap jeli untuk mengetahui bahwa telur-telur yang 'dituduh' palsu itu tidak boleh dimakan karena terbuat dari bahan kimia.

Mendengar 'bahan kimia' saja banyak orang yang bergidik. Anggapan mereka kebanyakan adalah bahan kimia merupakan bahan yang tidak layak dimakan! Padahal eh padahal udara yang mereka hirup itu kan termasuk bahan kimia. 

"Ya lain! Bahan kimia itu yang dipakai di laboratorium-laboratorium."
"Tapi, kan..."
"Gak ada tapi-tapi. Pokoknya bahan kimia itu berbahaya!"

Lalu hening, dan tiba-tiba Krusty Krab sudah tertimbun pasir.

Seperti kata abang saya dalam artikelnya di portal Mojok.co, mereka yang mempercayai telur palsu adalah mereka yang tidak percaya Tuhan. Sampai pada akhirnya, beberapa waktu kemudian Pak Syahroni mengakui kesalahannya dan mengatakan bahwa ia 'termakan isu yang beredar di grup WhatsApp', dan betapa dia sebenarnya tidak memiliki ilmu yang cukup mengenai perteluran. Enak tho? Sudahlah tidak punya basic ilmu, tidak mencari tahu dulu, lalu main beraksi bak pahlawan kesorean yang bikin kericuhan. Lalu setelah menyebar, dia sadar dia salah, minta maap. Sementara videonya saat beraksi sudah diamini banyak orang. Sudah menyebar ke mana-mana. Hal seperti inilah yang bikin saya ingin mengelus dada. Dada suami saya karena saya sudah bosan mengelus dada Nicholas Saputra.

Mbok tolong, tanpa hoax pun setiap individu sudah punya beban hidup masing-masing, maka ada baiknya:



Betapa mudahnya mengakses segala informasi zaman sekarang ini. Seakan dunia sudah dalam genggaman. Yang kurang adalah kesadaran diri untuk berpikir kritis dan kemauan untuk repot-repot mencari tahu tentang kebenaran suatu berita sebelum ikut serta berperan dalam meningkatkan histeria massa. Berhenti menyebar berita yang tidak jelas kebenarannya hanya karena masifnya bagian berita di grup tertentu lantas diteruskan dengan alasan "Dapat dari grup sebelah", dan jadilah manusia yang bijaksana.  Kesian kan Mas Larry Paie sama Sergey Brin sudah pusing-pusing bikin Mbah Google untuk memudahkan manusia dalam mencari informasi, malah tidak digunakan dengan baik. Nanti mereka nangis di pojokan loh. 

Sedih hayati.

#SayNoToHoax.
#BerhentiSebarHoax.
#GunakanJempolAndaDenganBijak


Bhay!

Salam,
Cicilia Y. S. 





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daftar Lagu Untuk Sakramen Perkawinan

Makan Nasi Lebih Sehat dengan SEKAI Rice Cooker Low Sugar

Oom Alfa; dan Pria Galau di Belakangnya