Makan Nasi Lebih Sehat dengan SEKAI Rice Cooker Low Sugar

Gambar
Saya terakhir ketemu Budhe saya nun jauh di Jogja itu akhir tahun kemarin. Saat itu, Budhe saya yang saya ingat sangat lincah, cerewet, bugar justru tampak kurus, kuyu, lebih lesu, dan lebih banyak duduk. Saya baru tahu kalau Budhe mengidap diabetes. Entah sudah berapa lama, karena Budhe bilang kalau kakinya mulai sering kesemutan, kebas, dan kalau luka lama sekali sembuhnya. Kabar terbaru dari Ibu saya, salah satu kaki Budhe sudah dibebat perban dan mulai menghitam.   Mungkin saja, diabetes yang diderita Budhe saya itu disebabkan oleh gaya hidup. Minum teh harus manis, cemilan manis selalu ada, olahraga seminggu sekali, dan HARUS makan nasi. Kalau sehari sudah makan berat 3 kali tapi belum makan nasi, ya dianggap belum makan. Jadi tetap akan tambah lagi makan nasi lengkap dengan lauk pauknya. Itu yang saya ingat waktu liburan lama di sana. Sekarang Budhe sudah menjalani pengobatan, mengatur pola makan, dan menjalankan pola hidup yang lebih sehat.   Apa itu Diabetes? Diabetes atau lebi

Jalan-Jalan dan Jajan-Jajan dengan Menyenangkan Bersama Gojek



Saya masih ingat perjalanan pertama saya menggunakan Gojek kurang lebih 7 tahun lalu. Waktu itu ceritanya saya mau pulang ke kos di daerah Pos Pengumben dari Stasiun Gambir. Lucunya, yang pesan Gojek bukan saya, tapi abang saya yang posisinya masih di Bandung! Memanglah enak banget zaman sekarang uda bisa pesan ojek online segala. Dan demi apa katro bener saya waktu itu gak mau install Gojek dengan alasan “Saya kan gak perlu ke mana-mana”. Abang Gojeknya sampe pasang tampang speechless pas saya bilang ga punya aplikasi Gojek. Ekspresinya tu kayak, "Seriusan, Mbak?" Hahahaha kocak.

Canda lu, Mbak?

Ya gimana ya, soalnya kos sama kantor saya tu deket. Jalan kaki juga cuma sebentar. Kalaupun mau pergi-pergi, biasanya mah saya ngandelin angkot, TJ, atau cencu saja Sang Raja Jalanan, METROMINI!!!!


RAJA JALANAN SENG ADA LAWAN!!!! NGEEEEEENGG...

Karena pengalaman itu, saya memutuskan untuk mencoba aplikasi baru yang katanya oke ini. Akhirnya aplikasi dengan logo Kang Gojek ijo royo-royonya dan gambar full signal-nya yang khas itu nangkring di HP saya. Saat itu tampilan menu Gojek masih sangat simpel. Baru ada 6 menu saja: Go-Send, Go-Ride, Go-Food, Go-Mart, Go-Busway, sama Go-Tix. Masih bayar cash, belum ada Go-Pay dan Go-Car, dan setiap orderan masih selalu dilengkapi dengan bonus Alat Pelindung Diri macam hair net dan masker serta berlimpah voucher atau potongan harga. Yang terakhir masih ada, kok. Yang penting jangan lupa cek ketersediaan voucher dulu sebelum pesan-pesan yhaaa... 





Serunya memesan via Gojek itu, tak hanya cepat dan mudah, tarifnya juga sudah jelas terpampang nyata di depan mata. Sesuai dengan harga pesanan dan jarak. Kurang transparan apa lagi coba? Identitas mitra Gojek? Jelas. Nomor kendaraan? Jelas. Nomor yang bisa dihubungi? Jelas. TARIF??? JELAS!!!! 



Mantap Djiwa


Dari segitu banyak jenis layanan Gojek, layanan Goride dan Gofood adalah yang paling sering saya manfaatkan sebagai kastamer. Layanan yang lain juga saya gunakan, kok. Tapi memang 2 itu yang paling sering. Selama menjajal berbagai jasa Gojek seperti pesan ojek online, pesan makanan online, kirim paket, ambil obat, dan lain-lain, kayaknya baik pengalaman yang menyenangkan maupun yang kurang menyenangkan sudah saya alami semua. Tapi lebih banyak yang menyenangkannya dong. Misalnya kalau dapat driver yang tahu jalan tanpa harus dijelaskan. Sebagai manusia buta arah, ini penting banget buat saya. Selama 5 tahun di Jakarta saya cuma hafal jalan dari Pos Pengumben ke Blok M doang, selebihnya, kupasrahkan pada Google map dan Abang Gojek saja. 


Me, every time people ask for direction

Bersama Gojek, jarang apes lah saya kalau urusan ini. Abang Gojeknya ciamik soro!!!! Cuma memang, karena di Jakarta kan mitra Gojeknya banyak bener ye, jarang banget lebih ke gak pernah saya dapat driver yang sama dalam orderan berbeda. Jadi gak bisa titen sama kebiasaan driver.

 

Kalau ada pengalaman paling berkesan dan menyenangkan yang harus saya pilih untuk diceritakan, saya pasti akan menceritakan ini. Hari itu saya pesan Gojek untuk balik ke kantor dari BPOM, dengan pertimbangan Jakarta sedang adem, saya sendirian, dan saya butuh cepat kembali ke kantor. Saya masih ingat nama drivernya Pak Basuki.

“Pak Basuki?” tanya saya ketika beliau menghentikan sepeda motor.

“Iya, Mbak. Tapi ga ada Tjahaja Purnama-nya. Hehehehehe...” candanya.



"Kamu nyari saya?"

Sepanjang perjalanan dari Jalan Percetakan Negara sampai Pos Pengumben beliau menceritakan tentang pengalamannya menjadi mitra Gojek. Suka dukanya, dan tak lupa prestasinya.

Catat: karena melawan suara angin dan deru kendaraan lainnya, kami ngobrolnya semi teriak-teriak loh ya. Kadang diikuti dengan mengulang bertanya atau menjawab sampai beberapa kali. Paham ya...?


“Saya itu tadinya guru di Surabaya, Mbak. Istri saya kerja di sini. Pisah berapa tahun ya, saya sampe lupa. Apa itu istilahnya anak muda jaman sekarang, Mbak?”

“LDR, Pak?”

“Iya, itu. Lalu saya pikir, masak saya punya istri, anak, tapi jauh-jauhan? Akhirnya saya milih pensiun dini biar bisa satu kota sama istri saya di sini. Lalu sama anak saya didaftarin jadi mitra Gojek biar saya ada kegiatan, soalnya istri saya masih kerja. Ini aja saya baru narik jam 10 tadi. Nanti sore, jam 4 saya uda di rumah. Saya gak mau ngoyo, Mbak, udah umur juga. Berapapun yang saya dapat hari itu, saya pulang.”

“Kalau boleh tahu, pendapatan dari ngeGojek beneran cukup, Pak buat di Jakarta?”

“Lumayan Mbak dapetnya. Buat nambah-nambah. Sekali masuk ke rekening cukup banget buat sehari-hari.”

Saya pancing dong, “Wih, banyak dong, Pak.”

“Alhamdulillah Mbak. Cukup. Tapi saya ga pernah tahu nominalnya. Wong yang pegang kartu ATM saya ya istri saya. Hehehehehe.”


Hahaha.


“Buat saya, kerja itu ibadah. Ya nyari duit, tapi saya ga mau lah cuma termotivasi sama uang aja, Mbak."

“Tapi kan kebutuhan banyak, Pak.”

“O iya, Mbak. Memang. Yang penting kita tu kerjanya diikhlasin, kerja yang jujur, ulet, jangan lupa minta sama yang Di Atas, nanti pasti ada aja, Mbak rejekinya.”

 

Beliau lalu menceritakan betapa bangganya saat terpilih menjadi mitra Gojek berprestasi. Hal itu membuat beliau selalu semangat mencari rezeki. Tak lupa ketika sampai tujuan, beliau juga mendoakan saya supaya diberi kesehatan dan kelancaran dalam mencari rezeki. Dan di situ beliau bener-bener mendoakan saya, tangannya sampai tengadah. Pas bagian ini, saya uda nahan nangis. Duh Gusti, saya tu kayak ditampar bolak-balik sama Tuhan. Gini ni namanya bersyukur dalam hidup. Harus bisa merasa cukup dengan apa yang diperoleh. Terima kasih, Pak Basuki (yang ga ada Tjahaja Purnama-nya).




Lain di Jakarta, tentu lain pula di Solo. Di sini saya sering banget dapat driver yang sama. Kalau suami saya lembur atau saat saya harus izin pulang duluan, saya pasti pulang pakai Gojek. Nah, saking seringnya dapat driver yang sama, kadang mereka tuh sampai hafal sama beberapa kebiasaan saya.


“Sekalian jemput anak ya, Mbak? Masih di daycare yang itu kan?” itu kalau dapat driver yang pernah mengantarkan saya dan anak saya ke daycare, lanjut mengantar saya ke kantor.

“Mampir gak, Mbak?” itu kalau dapat driver yang pernah beberapa kali saya minta mampir ke swalayan terdekat.

“Mbak, ditungguin anak-anak, kok uda lama gak order?” itu kalau dapat driver yang biasanya nongkrong di basecamp dekat kantor.

“Turun di rumah Mama apa di rumah sendiri, Mbak?” itu kalau dapat driver yang tahu kalau rumah saya dan orang tua saya deketan.


Salah satu driver bahkan tak lupa mengingatkan saya untuk menyempatkan diri membaca Kitab Suci, dibarengi dengan memberikan info perikop yang bagus untuk didalami pada hari itu. Duh, bapak sungguh holy sekali. Kumerasa berdosa seketika. Tentunya tak lupa beragam cerita yang mereka sampaikan selama rentang kami tak bertemu sebagai driver dan penumpang.

 



Tak hanya untuk halan-halan dan bepergian, biasanya ada waktu-waktu di mana saya craving dan pengen jajan tapi malas keluar. Saat-saat seperti ini pesan makanan online via Gofood menjadi solusi! Waktu saya hamil besar dan masih ngejogrog di rumah menunggu HPL, hampir tiap hari saya jajan es cokelat via Gofood. Tinggal duduk, scroll scroll, bayar, tunggu, datang, seruput, segaaaaarrrrrrr. Mudah bukan??


Segereeee


Kadang kalau saya sedang malas masak pun, saya memilih pesan makanan online saja pakai Gofood. Mudah, cepat, murah. Tapi jujur saja, momen di mana saya paling merasa terbantu sama adanya Gofood ini adalah pas saya kena Covid tahun lalu. Kondisi saya yang terinfeksi virus tentu tak memungkinkan saya untuk masak buat keluarga. Akhirnya, dengan memanfaatkan Gofood, kami masih bisa tetap makan enak dan saya bisa fokus isolasi mandiri. Ga hanya dari kami untuk kami, selama saya kena Covid ada aja teman-teman atau saudara yang kirim makanan lewat Gofood, sebagai bentuk dukungan dan doa dari jauh.


"Permisi... GoFood...."

Tujuh tahun berlalu sejak pertama kali saya menginstall aplikasi Gojek. Rasanya sudah tak terhitung lagi berapa banyak perjalanan yang saya lakukan, paket yang saya kirimkan, dan makanan yang saya pesan lewat aplikasi ini. Dari yang dekat sampai yang kayak perjalanan mencari kitab suci dan jauhnya naujubilah. Dari yang perjalanannya lancar jaya sampai yang pakai acara nyasar segala. Dari make Gopay hanya untuk bayar ongkos sampai untuk Top Up reksa dana, Gojek menjelma menjadi sebuah kebutuhan. Sejalan dengan jargonnya, bagi saya Gojek benar-benar...


 

An Ojek For Every Need.

 


Dan tentu saja jangan lupa...

Bintang 5-nya, Kakak...




Sampai jumpaaaaa.


Salam,

Cicilia





Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daftar Lagu Untuk Sakramen Perkawinan

Makan Nasi Lebih Sehat dengan SEKAI Rice Cooker Low Sugar

Oom Alfa; dan Pria Galau di Belakangnya