Makan Nasi Lebih Sehat dengan SEKAI Rice Cooker Low Sugar

Gambar
Saya terakhir ketemu Budhe saya nun jauh di Jogja itu akhir tahun kemarin. Saat itu, Budhe saya yang saya ingat sangat lincah, cerewet, bugar justru tampak kurus, kuyu, lebih lesu, dan lebih banyak duduk. Saya baru tahu kalau Budhe mengidap diabetes. Entah sudah berapa lama, karena Budhe bilang kalau kakinya mulai sering kesemutan, kebas, dan kalau luka lama sekali sembuhnya. Kabar terbaru dari Ibu saya, salah satu kaki Budhe sudah dibebat perban dan mulai menghitam.   Mungkin saja, diabetes yang diderita Budhe saya itu disebabkan oleh gaya hidup. Minum teh harus manis, cemilan manis selalu ada, olahraga seminggu sekali, dan HARUS makan nasi. Kalau sehari sudah makan berat 3 kali tapi belum makan nasi, ya dianggap belum makan. Jadi tetap akan tambah lagi makan nasi lengkap dengan lauk pauknya. Itu yang saya ingat waktu liburan lama di sana. Sekarang Budhe sudah menjalani pengobatan, mengatur pola makan, dan menjalankan pola hidup yang lebih sehat.   Apa itu Diabetes? Diabetes atau lebi

Bon Voyage, Paktuo

Jakarta, Agustus 2017

Hari Selasa lalu, bulan Agustus saya dibuka dengan kabar duka. Mamak menelepon jam 9 pagi, -di saat saya masih menyusun kalimat untuk membalas email salah seorang manager pabrik-, mengabarkan bahwa Paktuo sudah tidak ada.

Saya refleks berteriak, benar-benar berteriak, "Paktuo mana?"

Waktu Mamak bilang "Paktuo Bandung", lemas kaki saya, hilang kata-kata yang sudah saya susun di kepala. Mendadak saya linglung.

Saya tidak menangis. Tidak bisa. Entah kenapa. Masih tidak percaya, saya telepon si bungsu Paktuo, Petra. Jawaban di sana sungguh menyayat hati. Hanya isak tangis. Saya gak sanggup mendengarnya lebih lama. Pedih. Selesai bertelepon, saya berusaha mengatur nafas. Tidak bisa juga.
Saya lari ke kamar mandi. Akhirnya tangis saya tumpah di sana. Tumpah.

Bagaimana mungkin? Paktuo begitu segar saat menjadi wali nikah saya di Bukittinggi. Kami bahkan masih kuat lanjut berkaraoke ria besoknya, sampai larut malam pula. Pun Paktuo begitu happy dan bugar waktu menghadiri acara unduh mantu saya dan suami di Solo, kurang lebih seminggu kemudian. Gak mungkin Paktuo pergi secepat itu.

Kalau kembali mengenang Paktuo, tidak begitu banyak yang bisa saya ingat. Tapi yang paling saya ingat, waktu Paktuo dan keluarga masih di Bukittinggi, saya paling bahagia kalau main ke rumah mereka yang di sebelah sekolah saya. Ramai, saya jadi punya banyak abang dan kakak, saya juga punya teman sepermainan yang cenderung sering saya ajak berantem nampaknya, Petra. Saya kecil tidak tahu kenapa akhirnya Paktuo sekeluarga harus pindah ke Bandung. Jauh dari Bukittinggi.

Memang kami jarang bersua, tapi tiap pertemuan selalu berkesan dan berkualitas. Paktuo itu unik, tahun 2016 beliau menjadi wali nikah abang saya, tahun berikutnya beliau menjadi wali nikah saya di Gereja St. Petrus Claver Bukittinggi, persis seperti waktu menjadi wali nikah Bapak saya 31 tahun yang lalu, di gereja yang sama.

Ah, berarti kita terakhir bersua Februari kemarin ya Paktuo. Kenapa lah saya tak bisa berlama-lama mengobrol waktu di Solo? Kenapa lah saya tak ngotot mengantarkan ke dalam stasiun waktu itu?
Maka ketika kemarin saya lihat Paktuo sudah terbujur kaku, saya masih menolak, itu bukan Paktuo. Saya peluk Maktuo, menangis seperti bayi, "Paktuoo..." seru saya dalam tangis. Saya peluk Petra, "Paktuo senyum kok, Ci," bahkan di saat paling berdukanya, bukan saya yang memberikannya penghiburan, saya yang DIBERIKANnya penghiburan.

Saya sudah kehilangan Paktuo, salah satu panutan dalam hidup saya, yang tidak pernah berhenti berjuang dalam hidupnya. Terlalu singkat kita bercengkrama, belum sempat saya ikut serta dalam diskusi-diskusi berat yang Paktuo inisiasi. Mungkin terlalu kejam pengalaman hidup yang sudah dilewatinya. Terlalu pahit, tapi saya sudah lihat buah kegigihan beliau. Dan saya yakin, Paktuo sekarang pasti sudah bahagia di atas sana, sudah bebas dari kefanaan. Sudah curhat-curhatan sama Yesus. Mungkin sekarang Paktuo lagi main sepeda keliling-keliling. Pakai sepeda beneran, bukan sepeda statis lagi. Sudah ketawa-ketawa dan bisa main basket, soalnya sudah tidak asam urat lagi. Ya kan, Paktuo?

Selamat jalan. Purna sudah tugasmu di dunia, Paktuo. Akan ada hari di mana nanti kami mengenang Paktuo dalam tawa. Tuhan Yesus memang lebih menyayangimu.
Doakan kami yang masih berziarah di dunia ini.
Salamkan lah buat Opung ya Paktuo. Buat Mbah juga...

Sampai jumpa lagi...
Pasti...



Penuh cinta,
Cicilia



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daftar Lagu Untuk Sakramen Perkawinan

Makan Nasi Lebih Sehat dengan SEKAI Rice Cooker Low Sugar

Oom Alfa; dan Pria Galau di Belakangnya