Makan Nasi Lebih Sehat dengan SEKAI Rice Cooker Low Sugar

Gambar
Saya terakhir ketemu Budhe saya nun jauh di Jogja itu akhir tahun kemarin. Saat itu, Budhe saya yang saya ingat sangat lincah, cerewet, bugar justru tampak kurus, kuyu, lebih lesu, dan lebih banyak duduk. Saya baru tahu kalau Budhe mengidap diabetes. Entah sudah berapa lama, karena Budhe bilang kalau kakinya mulai sering kesemutan, kebas, dan kalau luka lama sekali sembuhnya. Kabar terbaru dari Ibu saya, salah satu kaki Budhe sudah dibebat perban dan mulai menghitam.   Mungkin saja, diabetes yang diderita Budhe saya itu disebabkan oleh gaya hidup. Minum teh harus manis, cemilan manis selalu ada, olahraga seminggu sekali, dan HARUS makan nasi. Kalau sehari sudah makan berat 3 kali tapi belum makan nasi, ya dianggap belum makan. Jadi tetap akan tambah lagi makan nasi lengkap dengan lauk pauknya. Itu yang saya ingat waktu liburan lama di sana. Sekarang Budhe sudah menjalani pengobatan, mengatur pola makan, dan menjalankan pola hidup yang lebih sehat.   Apa itu Diabetes? Diabetes atau lebi

Pelajaran Bahasa Indonesia

Jakarta, 29 April 2014.

Hai semuanyaaaaaa....
Apa kabar?
Wah, lama tidak berjumpa ya.

Baiklah, sebelum saya semakin besar kepala, merasa yang baca blog saya ini ada banyak, saya mau menulis saja.
Tulisan kali ini berasal dari keprihatinan saya pribadi tentang semakin lunturnya kebanggan orang Indonesia untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Ya...mungkin juga aneh kalau berbicara sama temannya dengan bahasa yang terdengar kaku dan baku. Tapi, ini bahasa kita sendiri. Tanggal 28 Oktober 1928 saja para pemudanya bersumpah "Menjunjung tinggi bahasa PERSATUAN, BAHASA INDONESIA", bukannya, "bahasa gaul", atau "bahasa alay".

Kita mulai dari sejarah singkat dan teramat singkat dari saya. Akar bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu. Bahasa Melayu ini berkembang sangat pesat di Indonesia hingga kita bisa mengenal Bahasa Indonesia yang seperti sekarang ini tentunya dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya adalah adanya bahasa lain: Sanskerta, Arab, Latin, China, Persia, Eropa, yang memunculkan beragam variasi dan dialek bahasa di seluruh Nusantara (sumber: http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/petunjuk_praktis/627/Sekilas%20Tentang%20Sejarah%20Bahasa%20Indonesia). Itu yang kita kenal dengan "Bahasa Serapan".

Sumber: http://home.online.nl/ed.vos/bahasa-indonesia/gambar/bhsi.gif


Nah, mengingat akar bahasa kita adalah bahasa Melayu, makanya tidak heran kalau bahasa kita "sedikit" berbeda dari bahasanya Upin-Ipin. Kalau guru saya bilang begini, "Zaman dulu bahasa kita ya seperti orang Malaysia. Tapi, bahasa kita berkembang dengan sangat pesat sehingga kita mengenal Bahasa Indonesia yang seperti sekarang."
Statement guru saya itu sangat membekas di benak saya. Saya tidak bisa membayangkan berdialog dengan teman saya seperti kalau Upin berdialog dengan Ipin, "Nak ke mane?" "Nak berpusing-pusing". Aak, big no no!

Masalahnya adalah, bahasa persatuan ini seolah-olah 'diremehkan' oleh kita-kita sendiri. Mentang-mentang bahasa ibu, jadi digunakan seperlunya tanpa diingat kaidahnya. Saya jadi ingat waktu SD, saya pernah dimintai tolong Ibu saya untuk mengoreksi karangan siswa SMA. Hasilnya? Parah! Saya tidak bisa mencerna isinya, penggunaan keterangan tempat banyak yang keliru, penggunaan huruf kapital tidak pada tempatnya, dan banyak kesalahan yang sebenarnya sepele, tapi saya temukan di hampir seluruh karangan yang saya koreksi.

Kalau saya pribadi belajar Bahasa Indonesia formal ya sejak kelas 1 SD sampai kelas 3 SMA. Non-formalnya? Sejak saya bisa mengucapkan "Mama", -karena Ibu saya seorang guru Bahasa Indonesia yang tanpa sadar memupuk kami untuk terbiasa berbahasa Indonesia sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)-, sampai sekarang. Namun, itu saja tidak cukup. Saya masih ingat bagaimana malunya saya waktu dosen pembimbing skripsi saya mengomentari naskah saya:
Dosen: Kamu itu mau ngomong apa di bagian ini? (menunjuk sebuah sub bab di bagian pembahasan)
Saya: Mau menjelaskan kalau begini, Bu (menjelaskan maksud saya)
Dosen: Ya tidak begitu menulisnya. Kamu pernah belajar SPOK gak tho? Jadi, kalimat itu ada susunannya, S-P-O-K, Subyek, Predikat, Obyek, Keterangan (mencoret-coret naskah saya dengan S-P-O-K plus contoh kalimatnya).
Ya ampuuuun... Saya, anak guru bahasa Indonesia, juara mengarang tingkat provinsi waktu SMP, juara 3 lomba MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA, cerpen saya dimuat di majalah Nasional, diajari tentang pola kalimat????? *sayat-sayat nadi.

Intinya, saya pun masih belajar bagaimana berbahasa Indonesia yang baik dan (syukur-syukur) benar. Tidak sulit, tapi juga tidak bisa saya katakan kalau ini perkara mudah. Jangan sampai anak-anak Indonesia justru tidak bisa menggunakan bahasa persatuan ini dengan baik.

Banggalah Berbahasa Indonesia!
Sumber: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjB9VZQ7kfjRR9hsQH-tHTWefOIpLVHDxGHEMthcGvHoU3nea-YmtRIrncUBMAHAQRcm4d7zPrFiRcFcbzEGVvcovyh3IA60kxSH42oAl4c3BHaUmyYagdGhRDVXGRFhWueCAak745wYyM/s1600/kewarganegaraan.jpg



_cicilia_

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daftar Lagu Untuk Sakramen Perkawinan

Makan Nasi Lebih Sehat dengan SEKAI Rice Cooker Low Sugar

Oom Alfa; dan Pria Galau di Belakangnya