Yogyakarta, 30 Juli 2013
Jam di kos saya menunjukkan waktu 22.27
Suhu? Entahlah, yang jelas ini dingin sekali, terlebih untuk ukuran seorang anak yang 15 tahun hidupnya tinggal di gunung, ini dingin sekali.
Saya seorang mahasiswa profesi Apoteker. Saya sungguh berharap bisa lulus dengan PUJIAN, dalam arti yang sebenarnya. Dua hari lagi akan ada Yudisium. Nilai saya belum keluar satu, di saat teman-teman bahkan sudah tahu nilai finalnya. Saya berharap, nilai saya itu pecah dengan sempurna dan mampu membuat saya tersenyum bangga saat melihatnya.
Yogyakarta, Agustus 2008
Saya agak lupa tanggalnya, pertengahan lah, saya masuk ke kampus ini sebagai seorang mahasiswa baru. Cupu, tapi belagu. Minder, tapi sok eksis. Berisik, dan semakin berisik. Iya, manusia itu, saya. Rambut masih pendek dengan model emo yang berjaya banget saat itu. Celana masih yang gombrong-gombrong. Kaus? Pinjam pula dari abang saya. Sepatu? Sneakers hitam dengan tali merah yang langsung kelihatan dari jarak 300 meter. Berat badan masih 61 apa 62 kg ya saat itu... Yap, gemuk, untuk ukuran saya. Pipi masih ke mana-mana. Saya harus melewati yang namanya TITRASI (Tiga Hari Temu Akrab Farmasi) walaupun toh pada kenyataannya berlangsung 5 hari. Kebohongan pertama.
Di inisiasi fakultas ini kami pernah ditanya alasan memilih farmasi. Ada yang bilang (kebanyakan sih) tadinya mau kedokteran, tapi tidak diterima, ada yang bilang sudah diarahkan orang tua. Saya? Saya bilang tadinya mau ambil Teknik Kimia, tapi tidak lolos. Kebohongan kedua. Saya justru lebih dulu memilih universitas, baru jurusannya.
Intinya, saya masuk, sebagai mahasiswa farmasi, angkatan 2008, kelas C. Saya sungguh bersyukur bisa masuk ke kelas ini, karena saya bisa bertemu dengan teman-teman yang sama "sintingnya" dengan saya (Ngaku ajalah kalian... hehehehehe).
Selama 4 tahun, saya berjuang, Ya berjuang untuk mendapat nilai bagus, ya berjuang terutama pas tanggal tua biar jangan sampai saya berhutang, ya berjuang supaya bisa lulus dengan IPK 3. Saya berhasil... Setelah melewati kejamnya dunia perkuliahan. Kebohongan ketiga, soalnya kebanyakan saya sih pergi main. hehehehehe... Ya, akhirnya jugalah, saya diwisuda pada tanggal 13 Oktober 2012. Puji Tuhaaaannnn...
Yogyakarta, Agustus 2012
Dengan rok span, flat shoes cantik, kemeja rapi, tas cangklong, saya bersusah payah naik motor demi mengikuti AMOTRAP (Achievement Motivation Training for Pharmacist) hari pertama. Ya, saya dan teman-teman resmi jadi mahasiswa Apoteker. Bangga? Ya iyalah, gila lu Ndro kalau kagak bangga. Dulu saya sempat kepikiran, apakah gaya hidup, gaya bicara, gaya jalan, gaya berpakaian, dan yang terpenting, gaya belajar saya, akan berubah setelah profesi? Setelah saya ingat-ingat kelakuan saya setahun terakhir ini, kok ya sama saja ya kayak waktu umur 16 tahun? Urakan, berantakan, pelupa, malas, hehehehe... Tapi, saya masih berusaha supaya jadi pribadi yang lebih baik.
Saya mendapat kesempatan PKPA di 2 tempat yang luar biasa, RS AL Dr. Ramelan Surabaya dan Apotek Sanitas Yogyakarta. Mengapa luar biasa? Karena menurut saya kedua tempat ini sipp banget. Saya belajar banyak. Terlepas dari kisah-kisah PKPA terdahulu, saya bisa bersyukur sudah diizinkan ber-PKPA ria di tempat ini...
Yogyakarta, 25 dan 27 Juli 2013
Kami, kompre. Hari pertama, kompre Apotek. Dan saya, ada di nomor terakhir dalam tim kecil, saya urutan ke-7.
Ada banyak mahasiswa yang keluar dari ruangan penguji dengan berlinangan air mata, mengumpat, tersenyum, atau hanya sekedar mengangkat bahu. Saya tidak tahu dan tidak ingin mencari tahu. Saya hanya tidak ingin terpengaruh. Bayangan masuk dan diuji terakhir untuk saya sudah beban tersendiri. Terlalu banyak prediksi pertanyaan berseliweran di kepala saya. Terlalu banyak alternatif jawaban dan usaha "ngeles" yang saya rancang, tapi pada akhirnya toh saya masuk, diuji, dan berhasil keluar dengan tertawa... Saya menang, menurut saya.
Kompre, hari kedua. Ini paling menegangkan. Sekalipun saya sudah ngopi di Burjo Komeng seperti saran teman-teman dan kakak angkatan saya via whatsapp. Saya lebih tegang hari ini, karen saya baru sadar, Rumah Sakit itu luas sekali, baik bangunan, personil, dan aspek-aspeknya. Saya merasa detox apotek saya tempo hari agak kurang berhasil. Alhasil, sebagai nomor urut ke-5 dan pertama dalam tim Ramelan, saya hanya bisa membuat tanda salib seperti biasa, dan maju perang.
Ya... Pertanyaan pertama saja jawaban saya sudah kurang memuaskan, saya bisa apa, lha wong saya memang tidak mengerti. 5 menit, 10 menit, 30, 45, dan tanpa terasa sudah 1 jam saya di dalam ruangan. Tanya jawab, ngeles, berusaha setidaknya, sekalipun menurut penguji itu kurang memuaskan. Tapi yang saya ingat adalah, saya yang 1,5 bulan ada di rumah sakit itu, bukan penguji, saya yang lebih tahu rumah sakit itu kalau dibandingkan dengan penguji. Maka saya yakin, dan harus yakin, kalau saya bisa melewati hari kedua ini.
Apapun hasilnya, saya percaya, itu yang terbaik. Saya masih berharap untuk yang terbaik...
Dan teman-teman, terimakasih.... Kita toh masih bisa melakukan hal-hal ini dan tersenyum setelah apapun yang kita hadapi di ruangan itu...
Mari terus berjuang, perjalanan kita masih panjang....
_cicilia_
so sweet...
BalasHapusspip, saya terharu...
hehe... jo nangis lo spip...
BalasHapus