Solo, Hari Kartini di tahun 2018
Hai gaes, saya mau posting susuatu lagi nih.
Sesuai judul, saya mau surhat dikit tentang manusia-manusia yang nyebelin.
Tidak, saya tidak mau
membahas manusia-manusia di perkantoran yang main sikut-sikutan, yang suka menyebar
cerita bohong dan fitnah demi mendapatkan perhatian, yang suka palsu alias muka
dua alias fake, atau yang terang-terangan
menunjukkan ketidaksukaannya pada teman sesama kroco di kantor yang dapat bonus lebih banyak atau yang dipromosikan
naik jabatan. Yang saya mau bahas adalah mereka yang basically bekerja dengan
baik tapi segala ‘kebiasannya’ tanpa sadar bikin kesal orang lain. Apa saja tho?
 |
ah, tetiba saya rindu |
Cekidot.
1. Lelet uget-uget
Mamak
saya pernah bilang, “Jadi orang itu harus gesit, cekatan, tanggap”, dan itu
memang sangat diperlukan di dunia yang kejam ini, Cintaku. Di sekolah saja kita
dituntut untuk cekatan, untuk tepat waktu, untuk bisa mencapai targe nilai
-paling tidak- minimum untuk bisa lulus. Siapa yang kecilnya suka dimarahin
emak karena dianggap lelet? Lamban? Disuruh mandi susahnya setengah mati? Coba
kalian ingat-ingat mulut emak kalian itu, sudah sampai kuping ketemu kuping
belom? (Itu adalah istilah yang dipakai Mamak saya untuk menggambarkan
kegeramannya menghadapi tindakan anak-anaknya yang dianggap lelet). Lah,
apalagi di dunia kerja, ditambah lagi kalau bekerja dalam tim. Niscaya, manusia
lelet adalah manusia pertama yang akan didepak karena dianggap memperlama
pekerjaan, padahal kita semua tahu kan kalau yang namanya kerja itu ada target
yang harus dicapai dalam waktu tertentu. Bayangkan kalau sebenarnya target bisa
dipenuhi dalam 2 minggu, tapi gara-gara lelet target baru akan tercapai dalam
waktu 2…
…tahun…
…cahaya.
2. Si Manja
TIdak
semua anak sulung itu keras kepala, sama halnya dengan tidak semua anak bungsu
atau anak tunggal itu manja. Banyak dari mereka yang dilatih dan disiapkan
untuk menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya. Nah, tapi bukan berarti pegawai
macam ini tidak berkeriapan di muka bumi. Ada kok 1 atau 2 juta manusia macam
ini. Segala maunya harus diladenin dan diturutin, semacam kurang peduli sama urusan
orang lain “Eh, tolong ambilin staples dong”, “Eh, lu mau ke fotokopi ya? Titip
dong, dikit doang,” (padahal yang mau difotokopi ada 2 ratus lembar), “Mau beli
makan siang? Beliin dong. Gue malas keluar. Panas. Entar gue item”, “Aduh,
ACnya gak kerasa nih. Gerah tahu!” (padahal teman-teman seruangan lainnya sudah
pakai jaket 2 lapis, kupluk, sarung tangan, dan kaus kaki). Sesekali membantu
teman macam, begini ya bolehlah, tapi gak terus-terusan juga kalik.
3. Egois
Wohooo,
siapa yang di kantornya ada orang macam begini? Ngacung!
Sebagai
orang yang pernah bekerja dalam hal dokumentasi dan berurusan dengan instansi
pemerintah, saya tahu betul bagaimana kejam dan teganya manusia egois macam
ini. Berurusan dengan instansi pemerintah itu gak melulu sekali kelar, ada
kalanya butuh bolak-balik, ada kalanya butuh waktu berjam-jam untuk menunggu
walaupun urusannya cuma 1 hal. Itu kalau cuma 1, kalau pas ribet urusannya
banyak untuk departemen yang berbeda-beda ya wasallam, siap-siap saja olahraga
sambil bekerja. Nah, untuk hal-hal seperti inilah kadang butuh tim untuk
back-up, ya back-up setor muka, atau membantu mengambilkan dokumen di saat person in charge nya sedang ada perlu ke
gedung yang lain, yang tidak memungkinkan untuk mak jegagig datang begitu dipanggil. Intinya adalah, mau ikutan menunggu.
Mereka
dengan enaknya bisa meninggalkan teman satu timnya tanpa beban, “Gue udah
selese nih. Gue balik duluan ya,” di saat teman-temannya lainnya
masih rempong dengan urusannya dan akhirnya hanya bisa menatap nanar si manusia
yang mau “balik duluan” itu. Dan manusia tipikal begini pantang menawarkan bantuan.
Padahal kan gak susah tho kalau ngomongnya diganti begini, “Gue udah selese
nih, mau dibantuin apa?” Ya tho?
Tapi
sungguh masih ada manusia yang tidak peduli dan tidak mau peduli dengan urusan
orang lain, bahkan urusan teman satu timnya. Selama urusan gue udah kelar, ya
udah, gue balik duluan. Ngapain juga gue nungguin elu, elu, elu. Iya, elu!
4. Berlebihan alias LEBAY
Sesuai
pesan para leluhur, segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, seperti
konsumsi gula berlebihan bisa bikin diabetes, minum air putih berlebihan bisa
keracunan air, micin berlebihan bisa bikin bodoh (katanya), begitu juga dengan
respon dan kelakuan yang berlebihan bisa bikin muaque!
Kalau
kaget, kagetlah dengan elegan, yang sesuai dengan skenario. Gak usah
dibuat-buat ala-ala FTV gitu ah! Lebay bat aslik! Kalau bersin, ya bersin aja
atuhlah, gak perlu suara bersinnya dinaikin dulu 2 oktaf, biar semua orang
nengok. Pengen banget ditanyain, “Kenapa?” Dapat perhatian kagak, biasanya
malah dinyinyirin iya. Kalau tertawa, ya tertawa saja. Ada manusia yang dari
pabrikannya sono suara tertawanya sudah membahana. Asli tanpa pewarna atau
pemanis buatan. Ada yang MEMBUAT, catat ya saudara-saudari, MEMBUAT, MEMBIKIN
suara tawanya menjadi membahana. Gini ya guys, manusia itu diciptakan punya
rasa dan hati. Sistem rasa dan hati ini yang membuat seseorang bisa membedakan
mana yang asli mana yang dibuat-buat. Mau kelihatan asik ya caranya gak
begitu-begitu amat lagi. Jadi diri sendiri saja. Niscaya, teman-teman Anda akan
lebih menerima Anda. Gak usah fake gitu
atuhlah. Malesin!
5. Berantakan
Di
kantor setiap karyawan mendapatkan meja kerjanya sendiri, ada yang terbuka
begitu saja, ada yang kubikel. Meja ini akan menjadi otoritas si empunya meja
selama dia bekerja di sana. Terkadang demi menambah semangat bekerja si empunya
meja akan ‘mendandani’nya sedemikian rupa. Entah dengan menambahkan foto
orang-orang tercinta, menambahkan sticker
lucu, menempelkan post-it unik, dan
lain-lain. Dan sesungguhnya, pekerjaan akan bisa setidaknya lebih menyenangkan
bila meja Anda bisa rapi! Ada yang bilang “Berantakan adalah bentuk kreativitas
tanpa batas!” Hasyaaaah. Itu mah
bisaan orang-orang tertentu yang malas merapikan mejanya. Dengan lebih rapi
akan lebih mudah menemukan dokumen, alat tulis, atau apapun yang biasa
digunakan untuk menunjang pekerjaan. Berantakan selama bekerja sah-sah saja,
tapi dengan kemudian merapikan ruang kerja kelihatan bahwa si empunya ruangan
merasa memiliki tempat kerjanya dan bertanggung jawab atasnya. Well organized itu sesekali menyenangkan,
loh. Jangan sampai lah meja kerja
berantakan sampai ke lantai-lantai. Bikin suntuk! Tapi kalau mejanya selalu
rapi bersih bersinar sepanjang hari, itu orang kerja gak ya?
6. Rakus
Ada
peribahasa yang berbunyi seperti ini: “Laper bikin dongo. Kenyang bikin bego!”
Hal
itulah yang membenarkan beberapa manusia yang berstatus karyawan selalu sedia
ransum di laci meja kerjanya. Entah biscuit, coklat, oatmeal, minuman sachet,
atau nasi Padang. Selain itu ada kantor yang memperbolehkan karyawannya makan
di meja kerjanya sehingga ransum di laci meja kerja akan sangat bermanfaat di
jam-jam rawan. Sementara ada yang mengharuskan karyawannya makan hanya di
kantin atau pantry dengan alasan kebersihan. Nah, biasanya untuk mereka yang
bekerja di kantor dengan kebijakan pertama akan memanfaatkannya dengan baik
seperti, bagi-bagi ransum tadi, bawa oleh-oleh buat dibagi-bagi ke teman-teman,
beli jajan pas waktu makan siang buat dimakan nanti pas jam-jam laper yang
bikin bego itu, atau buat ajang unjuk kebolehan hobi memasaknya dengan membagi
hasil eksperimennya di dapur tetangga.

Pada
kesempatan berbagi rezeki tersebut bisanya, BIASANYA ya.. ada satu atau dua
oknum yang memanfaatkannya dengan sebaik mungkin. Caranya, dengan mengambil
sebanyak-banyaknya makanan yang dijerengin, seolah-olah besok adalah hari
terakhir dalam hidupnya. Oknum-oknum macam ini adalah mereka yang takut banget
kehabisan sehingga pikirannya bundet dan tidak sempat untuk memikirikan orang
lain. Rakus plus egois adalah perpaduan sempurna mereka yang layak dijadikan
samsak! Cok kelen tengok dulu di kantor kelen, ada orang-orang macam ini? Kalok
ada, kelen timpa saja mereka!
7. Medit (Hiiii amit-amit Gusti)
Ada
yang rakus, ada yang pelit amit-amit. Seorang teman saya pernah bilang, “Gue
sebal bat sama orang medit. Gak barokah banget itu idupnya, mah!” Medit dalam
segala hal ya gaes. Ini adalah contoh kasus umum medit yang pernah saya alami
selama jadi karyawati suatu perushaan; Ada yang medit pas urusan nitip amplop
teman nikahan, itungaaaaan banget. Udahlah nitip, pelit lagi (gak kasih
tambahan ongkos pula; eh?). Ada yang medit urusan patungan beli hadiah buat
teman yang abis lairan, wajahnya tu kayak, “Harus banget gue ikut patungan, pan
yang beranak die, bukan gue.” Itu kalau urusan duit. Tapi saya masih berusaha
memaklumi, karena ada orang-orang yang termasuk memperhitungkan segala
pengeluarannya dengan baik, tahu sendiri lah cari duit zaman sekarang itu tyda
lah gampang, my love. Ya kan? Saya pribadi sih masih bisa memaklumi orang-orang
yang seperti ini. Masih bisa memahami lah.
Yang
saya agak gak habis pikir yaitu kalau ada yang medit urusan makanan, Kalau
punya makanan ya dilahap sendiri aja, bomat sama teman-temannya, kayak lagu
Caca Handika gitu, “Makan…makan sendiri. Gak mau bagi-bagi.” Ada orang kayak
gini? Adaaaaaa… Paket combonya adalah kalau dia sudahlah rakus, medit pula!
Widih. Kuping dan matanya tu kayak lebih sensitive gitu kalau ada yang buka
kemasan makanan dan sudah minta, catat ya SUDAH
MINTA DULUAN sebelum ditawarkan, tapiiiiiiiiiiiiiiiiiiii kalau dia sendiri
yang punya makanan, boro-boro dah nawarin, kalau bisa ya diabisin sendiri.
Bawannya kalau begini pengen ke gereja lalu ngaku dosa, karena segala umpatan
sudah terpikirkan dalam kepala.
Maapkan
lah kalau saya nyinyir, tapi saya gak tahan lihat makhluk-makhluk macam begitu
berkeriapan di bumi. Kebanyakan manusia-manusia begitu gak berasa kalau
disindir dan agak susah untuk dibilangin. Bisa sih dibilangin, tapi kumatan. Akan membaik sesaat lalu kembali ke
tabiat semula. Nah, kalau di tempat Anda, yang menyebalkan macam mana yang
berjaya?
Komentar
Posting Komentar