Jakarta, 4 Juli 2016
Good day.
Selamat bergabung kembali dengan saya (yang masih seperti ini).
Saya rasa blog saya mulai dipenuhi debu dan sarang laba-laba, tak lupa setumpuk kenangan dan ide yang tak terselesaikan, macam perasaan yang bertepuk sebelah tangan (tsaaaah!!!).
Beberapa waktu lalu, pada saat hari pendidikan nasional yang jatuh tanggal 2 Mei kemarin, sebuah stasiun radio swasta mengajak para pendengarnya untuk berbagi kisah seru pada saat masih berseragam sekolah. Saya juga ikutan dong, biar hits. Maka saya mengirimkan kultwit:
"Jadi pengucap UUD 45 lalu lupa alinea ke 4, bengong 5 menit sambil dipelototi Bapak yang adalah guru PPKn".
Kalau saya baca lagi kultwit saya itu, saya paham kenapa tidak di-retweet oleh yang empunya acara. Lah, sebenere ya gak seru-seru banget kok. Tapi, percayalah, pada saat itu terjadi, pada saat momen itu, yang sungguh saya rasakan pertama kali adalah, MALU! Malu semalu-malunya. Masak pembukaan UUD 45 gak hafal? Anak guru PPKn lagi. Lalu menyublim karena kelamaan mikir, bagaimana kalimat awal alinea 4 Pembukaan UUD 45 itu.

Biar saya cerita sedikit latar belakang kisah memalukan yang membekas buat saya ini, mungkin biasa saja untuk orang lain, tapi buat saya ini berkesan (iya, malunya itu loh). Hari itu, hari Senin di tahun 2004, hari pertama sekolah. Hari Senin, seperti biasa, akan dilangsungkan upacara bendera. Karena sebelumnya libur panjang, maka petugas upacara perdana di tahun ajaran baru ini adalah pengurus OSIS. Waktu itu, entah kenapa kok saya ya salah satu pengurus OSIS, gitu. Maka Sang Ketua Osis (Almh. Idya, apa kabar kamu, We? Bahagia di sana ya), mengumpulkan pengurus OSIS yang entah kenapa bisa datang pagi hari itu (kalau saya mah datang pagi TIAP HARI!!!!), mulai membagi tugas, siapa komandan upacara, siapa pasukan pengibar bendera, siapa pembawa teks Pancasila, siapa pengucap UUD 45, siapa MC (eh, apa sih istilahnya itu yang bacain susunan upacara?), dan siapa yang membaca doa. Saya ditunjuk jadi pengucap pembukaan UUD 45. Mungkin melihat track record saya dari SD kerjaannya itu melulu hampir di tiap upacara ya. Saya sebenarnya hafal pembukaan UUD 45 ini di luar kepala. Bahkan kelas 2 SD saya sudah bisa mengucapkan pembukaan UUD 45 ini dengan benar. Seriusan dah *sibak polem.
Saya sempat deg-deg an, lalu sempat memutuskan untuk membawa teks pembukaan UUD 45 saja. Ketika saya dan petugas lainnya berkumpul di kantor guru untuk mengambil teks, Bapak saya lewat sambil ngece (serius, Bapak saya ngece), "Baca pembukaan UUD pakai teks? Ya silahkan..."
"...kalau gak malu."
 |
That Face!!!! |
DUAARRRR!!!
DUAAARRRRR!!!!
DUAAAAAAAAARRRRRRRR!!!!!
THIIIIIIIIIIIIIIIIIIISSSSSSSSSSSSSSSSS MEAAAAAAAAAAAANNNSSSS WAAAAAAAAAAAAAAAAAAARRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR!!!!!!
(halah).
Ya intinya, saya memutuskan untuk menaruh kembali teks pembukaan UUD 45 itu, dan siap tempur, apapun yang terjadi (lalu bersiap sambil komat-kamit menghafal pembukaan UUD 45). Kemudian upacara dimulai, dipimpin oleh Kepala Sekolah sebagai Pembina upacara. Guru-guru berbaris di belakang Bapak Pembina, di depan pasukan marching band. Nah, karena kebetulan Bapak saya itu badannya paling tinggi, maka Bapak saya berdiri paling kanan (dilihat dari sudut pandang petugas upacara yang menghadap Pembina). Jadi, noleh sedikit, kira-kira 15 derajat dari Pak Pembina, yang saya lihat duluan adalah, Bapak saya.
Akhirnya, "Pengucapan Pembukaan Undang-undang Dasar tahun 1945."
My turn. Dari tempat saya berdiri, saya serong 45 derajat, lalu berjalan ke arah antara pemimpin upacara dan Pembina. Setelah laporan saya mulai mengucapkan Pembukaan UUD 45. Alinea 1 lancar, lanjut alinea 2 lancar, mengalir ke alinea 3, aman terkendali. Memasuki alinea 4, saya diam, saya blank! Saya lupa! Apa kalimat pertamanya??? Apa kalimat pertamanya??? Apaaaa???? Think hard, think hard!!! Tapi semakin mengingat-ingat kok saya malah semakin lupa!!!!! Dan kalian tahu, Bapak saya, sudah melotot-melotot gitu. Emangnya kalau Bapak melotot njuk aku inget? Ya ampun, Bapak masih melotot (padahal bapak saya ki sipit loh, melotot itu mbok ya kayak Mamak biar saya keder. La ini malah bikin makin blank, karena mau ketawa).
5 menit kemudian, AHA!!!!
Saya menemukan kalimat pembuka alinea 4 itu, dan seterusnya saya berhasil mengucapkan pembukaan sampai tuntas.
"Pengucap pembukaan Undang-undang Dasar 1945 telah selesai melaksanakan tugas. Laporan selesai!"
"Kembali ke tempat!"
"Kembali ke tempat!"
Tuh kan, kalau dibaca lagi, sebenarnya ya nothing special kok. Cuma awkward ajalah, dan bikin malu. Habis itu saya sempat diece beberapa kali, "Anak guru PPKn kok lupa sama UUD 45." Standar! Zaman itu lagu 'Sempurna' belum ada sih, jadi kan saya gak bisa balas, "Karena sempurna hanya milik Andra and the Backbone dan Gita Gutawa." Mana Gita Gutawa udah S2 lagi, kan saya pengen. Mana temennya Gita Gutawa si Putri Titian udah nikah pula, kan sayaaaaaaaaaaaaa PENGEEEEEEEEEEEEENNNNNNN!!!!!
Ya, at least, saya "cuma" lupa kalimatnya, saya tidak lupa inti dari pembukaan UUD 45 itu sendiri. Saya ingin semua yang pernah ikut upacara bendera tiap hari Senin itu sadar bahwa negara butuh warganya untuk tumbuh dan berkembang. Dan saya harap, saya masih punya waktu, kesempatan, kemampuan, dan kemauan untuk mengimplementasikannya di kehidupan. Eh tapi, kalok lupa gitu bisa jadi duta UUD 45 gak ya?
Itu saja sih.
Laporan Selesai!
Bubar! Jajan!
_cicilia_
Komentar
Posting Komentar