Makan Nasi Lebih Sehat dengan SEKAI Rice Cooker Low Sugar

Terminal, hmmm... Ga ada terminal, tapi saya berada di Bandara Internasional Minangkabau, Padang.
Holaaaa...
Saya habis jadi anak manja(joki) di rumah selama 10 hari. Ingin kuteriakkaaaaaan... "LIBURANNYA KURAAAAAAAANG!!!"
Hiks, apa daya, saya harus kembali macul di ibu tiri sebelum perut saya membulat sempurna.
Jadi begini,
Sebagai orang Indonesia, saya, Anda, kita semua, sudah selayaknya dan sepantasnya untuk tahu, bagaimana menggunakan kata ganti orang dalam percakapan kita semua sehari-hari. Masalahnya, tidak semua dari kita tahu mana kata ganti orang yang sesuai. Mungkin tahu, tapi kebiasaan dan pemakluman dari banyak pihak membuat penggunasalahan kata ganti ini ibarat jamur di musim hujan, tumbuh subuuuuurrrr...
Judul tulisan saya kali ini adalah contoh nyata bagaimana penggunasalahan kata ganti itu sudah mengakar di kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya, di kota-kota besar.
Halah, repot amat sih, saya contoh nyata di mana tanpa sadar saya ikut meramaikan kesalahan tata bahasa ini (sungkem sama Mamak yang guru Bahasa Indonesia).
Pekerjaan saya mengharuskan saya untuk berhadapan dengan evaluator di BPOM dan dalam evaluasi dokumen, saya harus bisa menjawab pertanyaan mereka dengan menjelaskan.
Misalnya:
Evaluator: "Ini proses pembuatan larutan coatingnya kok beda sih sama literatur? Kok ada bahan susunya? Supaya apa?" (Iki conto looo, bukan kisah nyata).
Saya: "Jadi begini, Mbak, menurut literatur lain yang kita acu, yaitu dari majalah intisari, penggunaan susu terbukti dapat mengempukkan tablet setelah ditelan. Makanya, kita pakai susu dalam formulasi (sekali lagi, ini contoh dan ngawur, kalau pakai kisah nyata, enggak boleh, rahasia dapur).
Evaluator: "Oooh, seperti itu."
Nah sekarang, coba lihat contoh kalimat percakapan di atas. Ada yang mengganggu gak? Ya ada. Kan saya bikin contoh yang salah. Pada kalimat tersebut, saya menggunakan kata ganti 'kita'. Apabila disimak dengan saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, seharusnya, yang baca artikel ini tahu, itu salah. Karena kalau saya menggunakan 'kita' berarti saya melibatkan si Evaluator dalam proses yang saya dan perusahaan lakukan. Lah, ya kan aneh dong. Kan salah dong. Saya dan evaluator kan dua pihak yang berbeda. Evaluator kan tidak terlibat, proses itu hanya dilakukan di tempat saya bekerja, evaluator kan gak kerja di tempat yang sama dengan saya
Kesalahan ini, seperti yang saya tuliskan sebelumnya, sangat awam di kota besar, tunjuklah, Jakarta. Contoh lagi, sekelompok cewek gahol ketemu sama sekelompok cabe-cabean.
Cewek gahol: "Lo semua mau ke mana?"
Cabe-cabean: (huhhaah, pedaaazzz): "Kita mo nongki di emol. Lo pada mau ikut kita?"
Nah, kan yang ditanyain si cabe, bukan si gahol. Tapi kalau dari jawaban si cabe, menunjukkan bahwa si gahol adalah bagian dari geng si cabe. Kecuali mereka adalah dua geng kompak lagi teng-teng crit alias tenguk-tenguk crito, lalu tiba-tiba ada yang nyeletuk, "Kita mau ke mana nih?", naaaaah, kalau itu baru benar. Penggunaan 'kita' seolah menyiratkan pengesahan dari bahasa gaul menjadi bahasa baku. Padahal, dari dua contoh di atas, kata ganti yang tepat bukanlah 'kita' melainkan 'kami'.
Jadi, fix ya, kata ganti orang dalam kedua percakapan itu salah. Tepuk tangaaan...
Maka, marilah kita (itu artinya saya dan Anda semuaaaaaa) kembali ke dasar, kembali menggunakan bahasa yang sesuai dengan konteksnya. Gampang loh... Kalau lupa, ya buka lagi deh buku pelajaran Bahasa Indonesianya...
Mari budayakan berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
Cintai Bahasamu...
_cicilia_
Komentar
Posting Komentar