Halo semua,
Jumpa lagi.
Asek asek JOSS!!!
Jadi tadi saya mendengarkan musik di youtube. Iya Youtube. Saya mah buka Youtube buat nyetel lagu-lagu pengantar tidur, atau dengerin lagu-lagu jadul, dan bukan buat nontonin Youtuber yang gak penting. Wahaha. Nah, tadi diputarlah lagu iconic milik almarhumah Whitney Houston yang jadi OSTnya The Bodyguard, I Will Always Love You. Sejatinya lagu ini lagu romantis menuju ke sedih ya karena tentang perpisahan sepasang anak manusia yang mungkin tyda ditakdirkan bersama, tapi berkat kelakuan seorang yang (dulu) gadis lagu ini jadi bikin saya suka ketawa geli sendiri.
Yogyakarta, beberapa tahun yang lalu...
Hari masih pagi, bahkan matahari belum muncul tapi kayaknya sudah ada yang patah hati dan menyetel lagu I Will Always Love You-nya Whitney Houston di lantai 2. Sayup-sayup terdengar sampai kamar saya yang ada di lantai dasar.
Saya ngulet-ngulet nyari-nyari jam dinding di kamar saya. Wolah, jik jam 5 lur. Sopo iki isuk-isuk wis patah hati?
Tapi ya saya biarin aja, gak mengganggu juga, malah marai ngantuk meneh kiyek, lagune lak syahdu kae.
Jam 6 lewat saya bangun dan siap-siap mencuci (iya, jaman saya masih kuliah saya sukanya mencuci di pagi hari, habis mandi. Biar segar, beres, nanti pulang kuliah sore cucian uda kering semua). Lagu itu masih terdengar. Berulang-ulang.
Bayangpun ya, dari saya usek-usek di kasur jam 5 tadi sampai saya mulai merendam baju yang mau dicuci lagunya gak ganti. Ituuuuuuuu saja yang diputar. Jian ngasi apil aku. Iki ketoke le patah hati niat tenan.
Lalu saya siap-siap mandi. Kali ini lagu yang sama disertai suara rodo fales yang ikutan nyanyi.
Tapi dari caranya menyanyi kok yo tulus tenan, dari lubuk hati yang terdalam. Mesake. Sampai saya selesai mandi dan selesai nyuci pun, playlist-nya tidak berubah. Tetap Whitney Houston dengan I Will Always Love You-nya.
Setelah diputar berjam-jam, lagu berhenti. Si empunya kamar dan penyetel lagu mau berangkat kuliah. Kami berpapasan pas dia turun tangga dan saya sudah selesai menjemur. Wanita ini kita sebut saja, Dek Okvi.
"Kuliah, Dek?"
"Iyo, Mbak?"
"Kowe ngopoe? Le nyetel kui suwi men."
"Aku putus, Mbak," katanya dengan mata sedih dan bibir manyun. Padahal dia sama pacarnya ini termasuk pejuang. Karena kalau si pacar sedang pulang kampung, butuh effort lebih untuk bisa sekedar teleponan (jaman kui rung ono whatsapp). Minimal si cowok kudu menek wit lah ben entuk sinyal.
"Duh, sabar ya, Dek," kata saya sambil nepuk bahunya. Sesungguhnya saya gak mau bikin makin sedih dengan mancing-mancing luka lama (karena dia bilang dia putus eeeiimmmm), tapi saya tetap merasa harus bertanya (ben le kepo ki maksimal ngono), "Putusnya kapan, Dek?"
...
...
...
"Nanti, Mbak."
...
...
...
"Hah? Gimana? Gimana?" seketika saya gak jadi bersimpati, tapi berindosat.
"Jadi aku sama Badai tu kemarin lagi masa evaluasi (ini saya pakai istilah evaluasi-nya ngarang karena saya lupa apa istilahnya dia waktu itu). Kami sepakat gak ketemu selama seminggu. Hari ini pas seminggu, Mbak. Jadi hari ini keputusan kami lanjut atau putus. Kalau merasa gak bisa dilanjutkan ya hari ini putus. Semalam udah SMS-an kayaknya gak bisa lanjut. Jadi ya aku nanti putus, Mbak."
 |
Berusaha mencerna |
Mendengar latar belakang permasalahan dan tingkat kedewasaan serta pola pikir anak ini dan calon mantan pacarnya itu sungguh saya ingin memberikan applause:
Sungguh cara putus yang out of the box!! TIdak terpikirkan!!! Marvelous... marvelous!!!
So, kepada Dek Okvi.
Terima kasih untuk momen epic yang pernah engkau hadirkan dalam hidupku.
"Putusnya kapan, Dek?"
"Nanti, Mbak." Okesip.
Cicilia
Komentar
Posting Komentar