Karanganyar, 15 Juli 2019
Jadi minggu lalu saya mendapatkan perintah untuk melakukan perjalanan ke Barat. Saya yang sekarang sudah jadi Putri Solo ini harus melakukan perjalanan dinas (asik, dinas) ke Ibu Kota, Jakarta.
Berhubung saya sekarang sudah jadi mamak-mamak pekerja yang masih memberikan ASI ke anak saya, maka saya berangkat menuju Ibu Kota yang lebih kejam dari Ibu Tiri ini dengan membawa serta gembolan berisi perlengkapan memerah ASI. Asik. Keren banget. Ternyata memang heboh ya jadi mamak-mamak pekerja. Eh, saya gak bilang kalau mamak-mamak ibu rumah tangga itu gak heboh ya. Saya tulis mamak-mamak pekerja itu heboh, karena sekarang kondisi saya ya jadi mamak-mamak pekerja dan sungguh masih berikhtiar untuk tetap memberikan ASI ke anak saya selama yang saya bisa.
Tapi tenang, saya gak akan pakai terminologi mengASIhi. Karena saya gak suka.
Oke, kembali ke topik.
Saya ini sebenarnya sempat jadi mamak-mamak rumahan yang gak jadi budak korporat selama setahun. Makanya ini adalah pengalaman pertama saya dinas ke luar kota sejak kembali menjadi budak korporat.
Tujuan saya ke ibu kota adalah konsultasi ke sebuah lembaga yang namanya masih sering salah sebut; BPOM.
Kok salah? La iya, masih ada saja yang menyebut BPOM dengan BePePOM. Saya ulangi, Be Pe POM.
Padahal yang betul ya BPOM; Badan Pengawas Obat dan Makanan. Begitu ya, beres ya.
Nah, saya kan masih mau ngasi ASI ke anak saya, maka saya harus memerah supaya bisa mendapatkan ASI nan segar hari ini untuk diminumkan ke anak saya (entah besok atau lusa). Untungnya sekarang banyak instansi dan perusahaan yang sudah aware dengan gerakan memberikan ASI ekslusif (jane anakku gak eksklusif juga, la wong wis tau mik susu Bebelove) dengan menyediakan ruang laktasi bagi ibu-ibu yang turut serta mencari nafkah di luar rumah. Di BPOM ini ruang laktasi ada di Gedung F Timur. Dan saya terintimidasi. La bersama saya ada seseibu yang gampang aja gitu dapat hampir setengah liter ASI dalam satu sesi perah, sementara saya menatap nanar hasil pompaan saya yang gak sampe setengahnya hasil blio. Wkwkwkwkwkwk. Jan memerah berjamaah itu sok marai minder. Wis tho Buibu, PeDe aja sama payudara kalian.
Karena saya ini nglaju keren Solo-Jakarta-Solo, maka akan ada sesi pompa memompa di jam-jam saya mendekati waktu boarding alias mompa nang bandara, Berooooo. Jadi terima kasih kepada mbak general affairs yang sudah me-web check in-kan saya sehingga saya bisa cukup selo di bandara.
Saya berangkat dari terminal 2D. Nah saya sudah browsing-browsing ni apakah ada ruang laktasi di sekitaran situ, ternyata ada dan baguuuuusssss… Nursery room terminal 2 ini terletak di dekat tempat check in, ruangannya lega dan komplet. Beneran komplet menurut saya.
Di ruangan ini ada tempat ganti popok bayi, humidifier, sterilizer, high chair, dispenser, wastafel, tempat sampah, dan 2 bilik untuk menyusui/memerah ASI. Bilik ini dilengkapi dengan arm chair dan meja dan satu colokan listrik. Pintunya tipe geser dengan kaca buram dan bisa dikunci.
Pas saya masuk situ, weladalah ada bapak-bapak di bilik pertama lagi ngecas! Pas dibilangin, ngelesnya, “I already checked in, I just want to charge my phone”. Wolah, udu wong Indonesia san! Gak mau pergi dong dienya. Kan kampret sekali ya. Baru deh pas petugas yang negur sama-sama lelaki, baru dia mau pergi. Kurang asem!
Asiklah nursery room-nya, cuma sayang, selama saya mompa (kurang lebih 45 menit) listriknya mati 3 kali. Hahahahaha. Katanya, “Biasa, Mbak.” Lah iki bandara internasional hooo.
 |
Mati listrik, gaes. |
Sungguh seru pengalaman pompa memompa ASI sambil kerja ini. Semoga dapat kesempatan pergi yang lebih jauh lagi.
Asik.
Cicilia
Komentar
Posting Komentar